Rabu, 02 Februari 2011

Status Kesehatan Berdasarkan Fungsi Sosial dan Penyakit

Status Kesehatan Berdasarkan Fungsi Sosial dan Penyakit

A. Pengertian Kesehatan

Kesehatan adalah kondisi dinamis manusia dalam rentang sehat sakit yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungan.

Dalam perjalanan hidupnya, manusia tidak akan lepas dari masalah sakit dan kematian. Disisi lain kebudayaan akan dipengaruhi oleh pengetahuan, kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan sehat dan sakit, dimana setiap kebudayaan yang satu dengan lainnya akan beda.

Ilmu pengetahuan mengenai berbagai pendekatan untuk sehat dan sakit, pendidikan biologis, medis, dan antropologis.

1. Pendekatan biologis

Sakit dinyatakan dalam hubungannya dengan tubuh yang melaksanakan fungsi biologis, dapat dibedakan dengan jelas antara sakit dan sehat. Pengalaman hidup seseorang disini tak berperan pada suhu tubuh 38°C, maka terjadilah sakit yaitu demam, tetapi tergantung orang yang bersangkutan, merasa sakit atau tidak.

2. Pendekatan Medis

Pengertian sakit seseorang secara badaniah, rohaniah dan secara sosial memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dan memanfaatkannya. Manusia akan berfungsi secara baik. jika disbanding dengan cara biologis masalah ini lebih luas. Sakit bukan hanya penyimpangan badaniah tapi gangguan dalam memfungsikan manusia secara total.

3. Pendekatan antropologis

Antropologi adalah pengalaman manusia dalam arti kata yang seluas-luasnya. Juga nyata dan luasnya pengertian sakit dan sehat. Organisasi kesehatan sedunia memiliki gambaran yang jelas tentang pengertian sehat. “Sehat adalah suatu keadaan keseluruhan badaniah, kejiwaan dan keadaan sosial.”

Tampaknya bahwa dalam definisi yang terakhir ini memberi pengertian yang dapat diterima. Bukan untuk menyatakan secara objektif tentang sakit, tetapi pengalaman pribadi dari manusia harus diperhatikan. Dalam visi ini kesehatan dianggap sebagai perasaan keseluruhan yang baik, dengan keadaan siap jika memungkinkan untuk berkembang, atau pengembangan-pengembangan dengan kemungkinan-kemungkinan pribadi kehidupan bisa sepenuhnya dinikmat. Dengan pendekatan antropologis secara jelas dikemukakan, bahwa manusia tidak mutlak hanya dari badaniah, rohaniah dan sosial saja. Secara sendiri manusia sebagai sesuatu yang total terdiri dari aspek-aspek ini yang secara terus menerus saling berpengaruh dan tak dapat dilihat terpisah satu dari yang lainnya.

4. Pendekatan praktik perawatan orang sakit

Yang merawat orang sakit tidak akan begitu memperhatikan sebab-sebab terjadinya gangguan pada perawatan diri, sebagaimana akibatnya pada hidup yang bersangkutan. Pendekatan antropologis pada penyakit dan kesehatan paling sesuai pada adanya pengertian kita tentang perawatan orang sakit. Ternyata lebih jelas, bahwa perawatan orang sakit dan perawatan adalah dalam suatu kerjasama dengan ahli profesi lain, juga akan terlibat bidang biologis, antara bidang medis 9seperti doker, ahli psikoterapi, ahli diet, dan lain sebagainya). Sebab terjadinya gangguan harus selalu berjalan bersama-sama dengan akibat-akibat dari gangguan itu.

Sudah sejak dahulu sebenarnya para kalangan tenaga medis menyadari bahwa dimensi sosial budaya sangat penting dalam upaya memecahkan masalah kesehatan dan mereka telah memasukkan aspek-aspek sosial budaya kedalam penelitiannya.

Salah satu studi yang dilakukan oleh seorang dokter yang juga seorang antropolog, Alice Yoseph menjelaskan masalah-masalah hubungan interpersonal antara dokter yang berkulit putih dengan pasien suku bangsa Indian di Amerika. Disini ditunjukkan bagaimana peranan persepsi dan perbedaan kebudayaan menghambat interaksi-therapi yang paling efektif.

Dengan adanya pergerakan dibidang kesehatan msyarakat setelah perang dunia ke II, petugas kesehatan mulai menyadari bahwa kesehatan dan penyakit adalah juga merupakan fenomena sosial dan budaya, tidak hanya aspek biologi saja. Disadari bahwa kebutuhan kesehatan di negara-negara berkembang tidak dapat diatasi secara sederhana hanya dengan mencontoh pelayanan kesehatan negara-negara industri. Sejak tahun 1950, ahl-ahli antropologi dapat menunjukkan kegunaan ilmunya kepada petugas kesehatan masyarakat dan banyak ahli antropologi yang bekerja sama dengan petugas kesehatan masyarakat didalam usahanya meningktkan kesehatan masyarakat.

Rendahnya utilitas (penggunaan ) fasilitas kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit dan sebagainya, seringkali kesalahan atau penyababnya dilemparkan kepada faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh, tariff yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Kita sering melupakan faktor persepsi atau konsep mayarakat itu sendiri tentang sakit.

Sakit diawali dengan interaksi antara penjamu (Host), agen (agent) dan lingkungan (Environment). Penerapan secara konsep lintas budaya dalam penelitian perilaku kesehatan terwujud dalam bentuk kajian etiologi penyakit dalam etnomedisin. Foster dan Anderson (1986:63-65) yang menjelaskan secara universal, suatu penyakit dapat dilihat dari konsep penyebab penyakit, digolongkan dalam 2 sistem sebagai berikut :

1. Penyebab Personalistik

Sistem ini menganggap bahwa sakit disebabkan oleh interaksi /intervensi “agent” yang bisa berupa makhluk supranatural (Dewa, Tuhan) atau makhluk bukan manusia (hantu, roh, nenek moyang, setan, jin, guna-guna) serta berupa manusia seperti; tukang tenung, tukang sihir dan sebagainya. Orang yang sakit adalah korban hukuman yang ditujukan khusus kepadanya, dengan alasan-alasan yang khusus menyangkut dirinya saja.

2. Penyebab Naturalistik

System ini menganggap sakit sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara elemen-elemen didalam tubuh, panas-dingin, yin dan yang dihubungkan dengan individu dan lingkungan sosial.

Macam-macam pengertian kesehatan

1. Menurut UU kesehatan No.23 th 1992

Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

2. WHO

Sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.

3. PENDER,1992

Sehat adalah aktualisasi atau perwujudan yang diperoleh individu melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain, perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten sedangkan penyesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas structural.

Persepsi Sehat-Sakit

sekitar konsep : Penyakit (disease), rasa sakit (illness) dan menderita sakit (sick).

Disease : Fenomena obyektif yang ditandai dengan perubahan-perubahan fungsi tubuh sebaga organisme biologis yang dapat diukur melalui tes laboratorium, pengamatan langsung (direct observation) atau tanda-tanda lain. Bentuk reaksi biologis, terhadap suatu organisme, benda asing atau luka (injury).

Illnes : Menunjukan pada suatu dimensi fisiologis yang subyektis atau perasaan tidak sehat aau lebih menyangkut perasaan orang yang merasakannya…mabuk, perasaan lemah (weakness), pusing (dizziness). Merasa kaku/atau mati rasa (numbness) atau gejala lain yang mencemaskan karena perasaan tidak menyenangkan yang mempengaruhi kemampuan untuk berfungsi sosial.

Sickness : Menunjukan kepada suatu dimensi sosial yakni kemammpuan untuk menunaikan kewajiban terhadap kehidupan kelonpok. Selama si individu masih bisa melakukan kewajiban-kewajiban sosialnya, bekerja seperti biasanya, masyarakat tidak menganggapnya sakit.

B. Pengertian Penyakit

Sebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang menghasilkan berkurangnya kapasitas.

Sebenarnya penyakit dan cara pengobatannya tidak merupakan proses biologis semata tetapi fakta dimana seseorang menderita sakit. Penyakit apa yang dideritanya dan pengobatan apa yang diterimanya bergantung pada faktor-faktor sosial budaya (Ackerknecht, 1942).

Ackerknecht dkk, lebih lanjut mengatakan bahwa :

1. Penyakit adalah fakta yang universal didalam kehidupan manusia. Penyakit ini akan timbul pada setiap saat dan setiap tempat.

2. Semua kelompok-kelompok didalam masyarakat mengembangkan metoda untuk mengatasi penyakit yang timbul.

3. Semua kelompok dalam masyarakat mengembangkan kepercayaan, pengetahuan dan persepsi untuk menjelaskan penyakit sesuai dengan kebudayaannya.

C. Fungsi Sosial Yang Mempengaruhi Penyakit

Banyak sudah kita ketahui tentang anatomi dan fisiologi tubuh manusia yang banyak juga sudah diketahui tentang kelainan tentang anatomis dan fisiologis yan melatar belakangi tanda dan gejala berbagai penyakit. Namun demikian kita masih kurang banyak mengetahui tentang latar belakang penyebab penyakit dan terutama tentang latar belakang keadaan tubuh manusia yang akhirnya ikut menyebabkan suatu penyakit. Penyakit influenza atau masuk angin merupakan suatu contoh betapa sebenarnya bahwa belum menguasai mekanisme atau proses penyebab suatu penyakit dan betapa rumit dan kompleks suatu keadaan yang harus mendampingi suatu sebab, hingga akhirnya terjadi suatu penyakit. Mengenai influenza ini dilaporkan telah diadakan suatu percabaan dengan sejumlah sukarelawan yang disemprot suatu suspensi yang mengandung virus yang dapat menyebabkan influenza pada orang.

Timbulnya influenza pada sukarelawan ini memperkuat bukti bahwa influenza memang disebabkan oleh mikroba ini. Dan belakangan ini juga terbuki bahwa banyak corak jenis dan virus lain juga menyebabkan penyakit ini. Ini adalah suatu bukti bahwa penyebab penyakit ini sebenarnya merupakan suatu multiplisitas mikroba penyebab. Sebaliknya juga sebagian relawan sama sekali tidak menghasilkan gejala dan tanda influenza, sekalipun hidung mereka disemprot suspensi yang sangat tinggi terkontaminasi oleh virus, dan pada orang lain terbukti menyebabkan gejala dan tanda penyakit influenza. Percobaan lain dilakukan dengan menugaskan suka relawan bekerja dalam ruangan yang dingin dan lembab. Ternyata orang-orang itu tidak tentu mendapat influenza, sebagaimana banyak dokter dan awam perkirakan, walaupun sejumlah virus yang sama dilibatkan terhadap mereka.

Dapat dikatakan bahwa dalam hampir semua penderita penyakit, berbagai faktor yang menentukan harus bekerja sama saling pengaruh dan mempengaruhi untuk menghasilkan suatu keadaan abnormal dengan gejala dan tanda penyakit yang dapat dirasakan dan dapat diamati dokter atau ditemukan tes laboratorium. Disamping itu perlu kita perhatikan pula bahwa setiap manifestasi penyebab tertentu, mikroba tertentu ataupun zat tertentu, akan berbeda-beda pada setiap orang. Semua orang tidak sama dalam responnya terhadap satu faktor penyebab yang sama

Dengan berkembangnya bidang Imunoendokrinologi yaitu ilmu yang mempelajari kegiatan imunohumoral dan pengaruh hormonal dalam tubuh manusia. banyak dapat diketahui kegiatan berbagai hormon yang mempengaruhi suatu reaksi organ tubuh manusia yang mengalami invasi dan pengrusakan agen luar tubuh. Dikeluarkan hormon oleh berbagai kelenjar buntu atau kelenjar endokrin dalam tubuh, diketahui sangat dipengaruhi oleh banyak faktor psikologis dan oleh interpretasi simbolis bahwa pikiran kita mengaitkannya dengan invasi rangsangan dari lingkungan kita interpretasi individual ini ternyata sangat ditentukan oleh pengalaman seseorang dan reaksi peramalannya terhadap pengaruh itu. Terdapat banyak bukti bahwa berbagai sifat merusak yang disebabkan oleh invasi agen jarang sekali ditentukan oleh susunan fisik dan kimiawinya. Semua teori ini tidak salah, karena banyak pengobatan didasarkan padanya namun sebagaimana makhluk hidup senantiasa berkembang dan hidup sesuai dengan lingkungannya yang berbah-ubah, teori penyebab penyakit yang biologis dan kimiawi itu pun harus disesuaikan dengan pendapatan pemikiran dan pengalaman selama ini. Suatu teori itu hidup kalau ia selalu ditunjang dan dikembangkan dan dapat mengadaptasi diri terhadap berbagai tuntutan baru yang senantiasa berubah sesuai dengan lingkungan dan kenyataan. Kalau sesuatu tidak dapat dijelaskan secara biologis dan kimiawi belaka, kita harus mencari terobosan yang dapat mencakup semakin banyak faktor yang semula belum diperhiungkan.

D. Faktor Pengait Ciri Kebudayaan dan Penyakit

Hubungan antara penyakit dan kebudayaan harus dapat dikaitkan dengan teknologi dan struktur sosial sebagai kemunkinan faktor penentu dalam proses adaptasi. Demikian pun dalam kerangka mengaitkan penyakit dengan berbagai ciri kebudayaan sangat kompleks dan banyak faktor lainnya harus ikut diperhitungkan. Dalam 2 dekade terakhir ini dunia antropologi dan sosiologi kesehatan dibanjiri dengan berbagai penelitian dan telaahan yang mendalami berbagai faktor.

Kita lihat antara lain penyesuain timbal balik antara parasit dan inang. Dalam sejarah perkembangan dan evolusi manusia dan primate dapat di observasi misalnya betapa suatu parasit yang sangat berbahaya dalam suatu populasi telah menciptakan suatu saringan genetis. Melalui saringan genetis itu semua individu yang tidak resisten segera tersingkirkan. Pada waktu yang sama suatu seleksi alamiah akan berlangsung dalam populsasi parasit dengan menjadikan suatu strain atau jenis yang tidak terlalu berbahaya, karena antara inang senantiasa ada suatu penyesuaian timbale balik. Parasit membutuhkan inang, sehingga bila ia berhasil mengenyahkan seluruh populasi inang ia sendiri kehilangan lingkungan hidupnya dan sendiri kehilangan lingkungan hidupnya dan sendiri akan punah dan hilang. Dengan demikian seleksi alamiah akan membiarkan parasit yang tidak terlalu virulen hidup bersama dengan tuan rumah dalam suatu suasana kebutuhan timbal balik. Individu yang terserang akan mengalami infeksi ringan, sedangkan parasit dapat hidup terus.

Kemudian dapat kita amati betapa kegiatan kebudayaan dapat mempengaruhi kesehatan dan tingkat kesuburan secara tidak langsung. Sebenaranya memang semua pola perilaku akan mempengaruhi insidens penyakit, namun tidak semua akan menyebabkan adaptasi secara epidemiologis, karena penyesuaian terhadap suatu penyakit bukan hanya satu-satunya masalah yang dihadapi individu. Kita juga mengetahui bahwa daging hewan peliharaan yang mati secara alamiah tidak akan dimakan. Namun berbagai negara tertentu, petani yang memelihara ternak tidak untuk disembelih, memakan daging hewan yang mati alamiah. Daging demikian sebetulnya tidak kurang proteinnya, namun ada risiko bahwa benih penyakit yang dikandungnya juga tertanam dalam ciri kebudayaan para peternak tersebut.

Yang memerlukan perhatian kita juga ialah dimasukkannya dalam suatu daerah suatu jenis teknologi baru, yang senantiasa mempunyai efek terhadap kesehatan maupun terhadap praktek budaya. Selain menciptakan akan meningkatkan insidens penyakit yang disebabkan oleh tekanan hidup, oleh lingkungan yang ikut diubahnya dan oleh polusi yang akan memberi hidup kepada jasad penyakit baru. Dengan ini kita lihat betapa berbagai faktor industri dan ekonomo ikut membentuk ciri kebudayaan baru dan ikut mempengaruhi kesehatan dengan penyakit baru.

Yang juga menjadi masalah ialah system pengobatan tradisional. Persepsi masyarakat terhadap penyakit, mempengaruhi tindakan masyarakat terhadap penyakit tersebut, dan ini pada gilirannya berpengaruh terhadap keadaan lingkungan seluruhnya. Banyak juga bergantung pada pelaksana pengobatan tradisional. Peran pengobat tradisional dalam masyarakat dan cara ia bekerja dapat merupakan faktor yang ikut mempengaruhi ciri kebudayaan masyarakat dan memberikan hasil yang rasional ataupun irasional, dan pada gilirannya menentukan keadaan kesehatan secara menyeluruh, bilamana ia dianggap sebagai cara pengobatan alternatif yang digunakan disamping praktek kedokteran modern. Bila pengobat tradisional beralih kepada cara pengobatan supernatural atau tahyul dan mengingkari keluhan pasien, ia telah memilih suatu strategi yang kurang efektif, dan telah ikut membentuk ciri kebudayaan masyarakatnya, dengan memberikan pengaruh tertentu terhadap kesehatan dan persepsi masyarakat tentang penyakit.

Yang menjadi masalah tersendiri ialah terbawanya penyakit baru melalui kontak, baik kontak karena kedatangan penduduk baru, teknologi baru ataupun lingkungan yang berubah. Penyesuaian budaya dan penyesuaian genetis akan berlangsung. Tingkat ketahanan tubuh atau resistensi terhadap penyakt, akan terpengaruh sehingga penyakit lain lagi akan membawa permasalahan tersendiri. Sebagaimana perubahan keadaan lingkungan lainnya, kedatangan penyakit baru, dan pada gilirannya menimbulkan mekanisme adaptasi budaya dan adaptasi genetis. Seleksi alamiah mungkin akan bermanifestasi dalam wabah.

Suatu keresahan sosial yang ditimbulkan oleh misalnya segelintir anggota masyarakat, yang membawa suatu perubahan dalam praktek kebudayaan, dapat membuka jalan bagi penyakt baru memulai organisme baru pula. Akulurasi baru hanya akan mengenai beberapa anggota masyarakat, namun dapat menciptakan kondisi baru bagi suatu organisme penyakt yang dapat menyerang seluruh masyarakat.

Semua faktor diatas dapat dikaitkan dengan ciri kebudayaan suatu masyarakat dan penyakit. Ia akan dapat mencipatakan suatu mekanisme adaptasi budaya maupun suatu adaptasi genetis pada individu agar dapat bertahan. Penyebaran populasi manusia juga ikut menentukan berbagai faktor yang dapat mengaitkan ciri budaya dengan penyakit. Kemajuan peradaban dan teknologi sebagai pendampingnya sangat potensial untuk meneruskan suatu evolusi kebudayaan, mungkin berdasarkan pola evolusi biologis sebagaimana Darwin telah mengemukakannya 1 ¼ abad yang lampau. Evolusi manusia masih berlangsung terus, walaupun kita sulit mengantisipasi arahnya. Ia merupakan suatu proses yang berdasarkan pada interaksi berbagai variabel budaya dan variabel biologis.

Cara seseorang dalam mengutarakan sakitnya dan apa yang dilakukan untuk mengatasinya berbeda dan sangat bergantung pada latar belakang kebudayaannya masing-masing. Masyarakat umum juga mempersepsikan sakit berbeda dengan dokter. Doker telah belajar dalam wktu yang cukup lama untuk dapat mendiagnosa dan mengobati pasien dan sebaliknya pasien tidak memiliki pengetahuan tersebut. Pengertian yang sama mengenai gejala penyakit tidak selamanya memberikan asosiasi yang sama bagi masyarakat umum dan dokter meskipun mereka sama-sama menggunakan istilah yang sama. Dokter dalam usaha mengklasifksikan “sakit” berbeda dengan pasiennya meskipun pada waktu menjelaskan pada pasien digunakan bahasa yang sederhana.

Gilbert Lewis mengemukakan kasus dimana seorang new guinea menderita sakit parah. Ia merasa lemah perut dan kakinya bengkak. Ia memutuskan untuk mencari pengobatan ke RS. Dalam perjalanannya ke RS, ia melewati sebuah desa tetangga. Namun orang-orang melarangnya untuk melalui desa tersebut karena dianggapnya orang sakit ini menderita penyakit yang sangat menular, yaitu lepra. Akirnya ia kembali ke desanya dan tidak lama kemudian meninggal dunia. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa penyakit yang dideritanya adalah lever dan bukan lepra.

Disini jelas bahwa masyarakat menggunakan istilah penyakit yang sama yaitu lepra tetapi dengan arti yang berbeda. Provider dalam meberikan informasi tentang penyakit tidak mengemukakan mengenai penyakit lepra yang masih dini. Masyarakat biasanya tidak mengetahui bahwa penyebab penyakit dapat dicari dari gejala-gejala klinis pasien, mereka lebih menekankan kepada pencarian tingkah laku apa yang telah dilakukan seseorang sehingga menyebabkan ia sakit.

Dari kasus diatas terlihat bahwa masih terdapat perbedaan sakit berdasarkan persepsi dokter dengan pasien. Dengan “etik” petugas medis modern selalu berupaya agar apa yang dilakukan provider selalu dikaitkan dengan disiplin ilmu yang diperolehnya. Sementara masyarakat dalam mengutarakan penyakitnya menggunakan “emik” sebagai dasar untuk mengemukakan pengetahuannya.

E. Perubahan terhadap perilaku kesehatan

Kadang-kadang ditemukan sikap fatalistis diantara masyarakat kita sebagaimana juga dilaporkan diberbagai negara berkembang. Upaya kedokteran modern sering kali terhalang untuk memberikan pengobatan, karena keyakinan bahwa penyakitnya sudah sedemikian rupa sehingga tak mungkin manusia dapat berhasil menyembuhkan penyakitnya, namun tidak mungkin dapat diobati oleh manusia. sikap fatalitas ini dapat barubah bilamana seseorang memiliki pengalaman bahwa pada kasus lain yang sama, kedokteran modern dapat memberikan pertolongan yang menunjukan dan sekaligus menjadi bukti bahwa penyakit sedemikian dapat ditangani oleh manusia.

Sikap seseorang atau suatu masyarakat terhadap suatu atau beberapa alternatif pengobatan tergantung pada dasar system yang diwakili dan yang dilakukan. Sering kedokteran modern dianggap oleh masyarakat yang sedang berkembang sebagai sesuatu yang luks dan dapat dipertimbangkn bila status sosial mereka terlebih dipertimbangkan.Karena itu mereka senantiasa didorong oleh suatu perilaku menggunakan terlebih dulu alternative pengobatan yang secara sosial lebih dekat dengan mereka. Kadang – kadang suatu simbolik memberikan pertimbangan pertama kepada pengobatan sesuai kebudayaan mereka dari pada menggunakan pengobatan modern yang berasal dari luar kalangan dan kebudayaan mereka. Di negara Cina dan India modern,yang telah mengenal suatu system pengobatan tradisional yang tua, kedokteran modern diterima,dipelajari dan diperdalam, dan digunakan sebagai suatu alternative pengobatan terhadap system pengobatan tradisioanl. Namun demikian system kedokteran tradisional mereka tetap dijalankan dan dikembangkan, bukan hanya terbukti dapat mempertahankan suatu status kesehatan yang baik dan banyak menolong mengobati penyakit, tapi terutama sebagai suatu kebanggaan nasional akan kebudayaan tradisional yang mereka miliki. Ini menyebabkan, baik secara intelektual maupun secara politis, system pengobatan tradisional mendapat tempat yang kokoh dalam kebudayaan mereka dan juga dalam sikap hidup dan perilaku kesehatan sehari – hari.

Yang dapat juga mempengaruhi seseorang untuk mengubah kebudayaan kesehatan dan memilih pengobat kedokteran modern ialah cara pemberian pengobatan dan substansinya. Sering kita alami di daerah pedesaan yang belum sepenuhnya mengenal dan menerima pengobatan modern, bahwa mereka sulit untuk menerima cara pengobatan modern yang sering menekankan pada kerahasiaan seseorang, tanggung jawab pribadi, penggunaan resep pengobatan tertulis dan kepercayaan pribadi antara dokter dan pasien, yang kesemuanya merupakan kegiatan yang tidak selaras dengan kebiasaan dan kebudayaan mereka. Karena itu praktek dan kebiasaan kedokteran sulit mereka terima.

Berbagai faktor sosial juga dapat mempengaruhi perilaku kesehatan suatu masyarakat untuk mengubah kebudayaannya dan menerima kedokteran modern. Pengetahuan kita akan organisasi sosial juga penting kita ketahui untuk menanggulangi program kesehatan antarbudaya. Bagi pelaksanaan pelayanan kesehatan pengetahuan ini berarti suatu pengenalan dengan struktur masyarakat tradisional yang diharapkan dapat menerima kedokteran modern, tanpa menimbulkan penolakan oleh masyarakat, dan tanpa menimbulkan keresahan lain yang dapat mempersulit penerimaan mereka akan system kedokteran baru. Perubahan kebudayaan sedemikian sehingga perilaku kesehatan dapat mengikuti atau menerima kedokteran modern, dapat berlangsung melalui pola politik dan wewenang yang biasanya dimiliki mereka yang membawa system kedokteran modern, baik oleh pemerintah ( seperi di Indonesia ) maupun oleh penguasa colonial ( seperti dibanyak negara terjajah di zaman colonial ). Selain itu masih banyak hubungan sosial dapat memudahkan maupun mempersulit diterimanya system kedokteran baru bagi suatu masyarakat tradisional. Biasanya para petugas kesehatan modern di negara berkembang mempunyai kedudukan sosial yang lebih tinggi disebanding dengan mereka yang masih terikat pada masyarakat tradisional, sehingga disini pun masih berlaku pola politik dan wewenang.

Dalam situasi sosial seperti ini, memang pihak yang memiliki kekuasaan lebih, juga mempunyai kemampuan memudahkan ataupun mencegah system kedokteran baru mengadakan perubahan dalam pola perilaku atau kebudayaan kesehatan. Banyak pengamat dan peneliti sosial berpendapat bahwa saling percaya, saling menghormati, dan saling kerjasama merupakan beberapa persyaratan agar hubungan sosial antara masyarakat tradisional dan para pelaksana atau inovator system kesehatan modern dapat memudahkan suatu perubahan kebudayaan kesehatan, tanpa menubah banyak atau memaksakan suatu sikap kesehatan yang baru ( Wolff, 1965 ; Weaver, 1970 ).

F. Meningkatkan Status Kesehatan Ditinjau Dari Faktor Sosial

Para ahli kesehatan yang mempelajari penyakit dan kesehatan jelas harus menyadari akan peranan kebudayaan dan sosial dalam membentuk suatu kesehatan yag diamatinya ia juga harus ingat pada peran sikologi individual dan tujuan – tujuan yang disadari atau yang tidak disadari dari sisakit. Pada umumnya orang lebih menyukai, atau percaya bahwa mereka lebih menyukai sehat daripada sakit. “semua orang ingin menjadi sehat” sudah sejak berabad – abad merupakan semoyaan umum bagi program – program kesehatan umum. Analisis – analisis sosiologis kebanyakan didasarkan atas asumsi yang serupa, sebagaimana yang akan kita lihat.

Status Kesehatan adalah suatu keadaan kedudukan orang dalam tingkatan sehat atau sakit. Meningkatnya Status Kesehatan ditinjau dari faktor sosial adalah sejalan dengan meningkatnya derajat pendidikan pengetahuan dan tekhnologi. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin semakin tinggi tingkat status kesehatan seseorang. Pada status tingkat sosial yang rendah mereka berpendapat mereka dikatakan sakit jika mereka benar-benar tdak dapat bangun dari tempat tidur. Padahal pendapat itu sangatlah salah dikerenakan tidak semua penyakit yang diderita oleh seseorang gejalanya langsung diderita pada pasien dan tidak semua penyakit memiliki gejala yang tidak secara bertahap. Sehingga orang memiliki tingkat sosial yang lebih rendah tidak memperhatikan kesehatan mereka. Faktor lain yang mempengaruhi adalah karena mereka selalu memikirkan material untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari pada kesehatan. Pada tingkat sosial ini mereka akan datang kepada dukun, orang pintar dll ketika mereka mengalami sakit. Mereka tidak akan datang ke tenaga medis.

Status kesehatan pada tingkat sosial yang sedang mereka memperhatikan kesehatan walaupun tidak melakukan secara berkala, seperti tidak melakukan check up. Namun jika dia mengalami sakit dia menuju ke tenaga medis. Karena pada tingkat sosial ini mereka memiliki pendidikan yang lebih tinggi daripada tingkat sosial yang lebih rendah.

Status kesehatan pada tingkat sosial tinggi, lebih memperhatikan kesehatan. Mereka melakukan pemeriksaan secara berkala. Seperti melakukan pemeriksaan kesehatan selama enam bulan sekali. Seperti halnya pada pemeriksaan gigi.

G. Status Kesehatan di Masyarakat

Status kesehatan di masyarakat, memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan status kesehatan terjadi pada masyarakat kota dengan masyarakat desa dalam pengambilan keputusan ketika mengalami sakit. Pada masyarakat kota, pada lapisan atas cenderung memilih dokter spesialis dalam pelayanan kesehatan. Pada masyarakat lapisan tengah, mereka lebih cenderung ke dokter umum, dokter spesialis, bidan dan perawat dalam pelayanan kesehatan. Sedangkan pada lapisan bawah, lebih memilih dokter, bidan dan perawat.

Sedangkan pada masyarakat desa lebih mengggunakan pramerta dari pada biomedis. Dikarenakan faktor ekonomi, ketidaktahuaan mereka kepada tenaga medis. Dan pendidikan yang rendah akan kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar