Rabu, 02 Februari 2011

PENYAKIT LUPUS

PENYAKIT LUPUS

Istilah lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala. Dalam bahasa latin, kata erythematosus berarti kemerah-merahan. Istilah ini mulai dikenal sekitar 1 abad lalu, seperti yang dikemukakan dalam buku kecil Care for lupus (Syamsi Dhuha). Dalam istilah sederhana, seseorang dapat dikatakan menderita penyakit lupus erythematosus ketika tubuhnya menjadi alergi pada dirinya sendiri. Pada penyakit lupus, tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang menunjukan perlawanan pada jaringan tubuh itu sendiri. Dengan demikian, lupus disebut sebagai autoimmune disease ( penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan ).

Pada penyakit lupus ini, produksi antibodi yang seharusnya normal menjadi berlebihan. Antibodi seperti ini disebut auto antibody. Ia bereaksi dengan antigen membentuk immune complex. Immune complex yang terdapat pada jaringan menyebabkan peradangan, luka pada jaringan, dan rasa sakit. Sistem kekebalan seperti ini tidak mengenal teman dan lawan.

Lupus dikatakan great imitator alis peniru ulung karena menyerupai penyakit lain (mimikri). Lupus juga bukan hanya satu penyakit “yang bermukim” tetapi cukup banyak dan sangat heterogen.

Pada saat itu, penyakit kelainan kulit kemerahan di sekitar pipi dan hidung ini diperkirakan karena gigitan anjing hutan. Oleh karena itu, penyakit ini diberi nama lupus. Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat, namun apa jadinya jika kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Penyakit ini tergolong penyakit misterius. Para dokter kadang bingung mendiagnosis penyakit ini. Bercak-bercak merah di bagian wajah dan lengan, panas dan rasa lelah yang berkepanjangan, rambut rontok, persendian kerap bengkak dan timbul sariawan. Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat menyerang hampir seluruh organ yang ada di dalam tubuh.

Lupus bukanlah akronim dari “ lupa usia” yang biasa kita kenal. Ini merupakan penyakit yang berbahaya. Bahayanya sama dengan penyakit kanker atau HIV/AID. Penyakit lupus yang dalam bahasa kedokterannya dikenal sebagai systemic lupus erythematosus (SLE). Istilah sistemik bermakna menyebar luas ke berbagai organ tubuh yang sering ditemukan, diantaranya penderita sering merasa kelelahan yang berlebih, demam dan pegal-pegal. Gejala ini timbul ketika lupus sedang aktif dan menghilang ketika lupus tidak aktif.

Di kalangan kedokteran, jenis penyakit ini dikenal sejak tahun 1828 melalui seorang dokter kulit dari Perancis bernama Laurent Biett. Awalnya, penyakit ini dikenal sebagai penyakit kulit biasa. Dalam hal ini, Cazenave (1833:23) menamakan penyakit ini dengan gejala tersebut sebagai erythemacentrufugum. Istilah itu berkembang menjadi penyebaran ruam yang menyerupai kupu-kupu diwajah (butterfly rash) yang diterbitkan perama kali di Von Hebra tahun 1846. Tahun 1856, gejala kemerah-merahan diwajah tersebut akhirnya digambarkan sebagai Lupus erythematosus

Pada periode neoklasik, dikatakan ada dua jenis erythematosus yang berbentuk discoid dan menyebar (Kaposi, 1872 :33). Berikut ini gejala dari bentuk yang menyebar itu.

a. Benjolan di bawah kulit

b. Pembesaran kelenjar getah bening

c. Demam

d. Kehilangan berat badan

e. Anemia

Seorang dokter kulit pertama yang mendeteksi penyakit ini mengatakan bahwa selain mengalami di kulit, sebagian pasien lupus juga menunjukkan kelainan pada organ-organ di dalam tubuhnya (Moriz Kaposi, 1851:51). Selanjutnya, ditahun 1890-an, Sir William Osler, seorang dokter dari Amerika, melihat bahwa SLE juga menyerang bagian dalam tanpa ada kelainan di kulit.

Pada tahun 1948, Dr. Malcolm Hargraves dari klinik Mayo di Amerika melaporkan lebih rinci mengenai sel lupus erythematosus ( LE ). Penelitian itu mengindikasikan adanya sel LE di dalam darah pasien lupus yang akhirnya disebut dengan sel. Penemuan ini menjadi pembuka jalan untuk menemukan lebih banyak kasus LE.

Dari penelitian itu ditemukan kenyataan lain yang menarik. Antibodi yang tubuh normal berfungsi untuk menyerang kuman, pada pasien lupus justru produksinya meningkat secara berlebihan hingga menyerang organ tubuh yang sehat tanpa bisa dikendalikan.

Seiring perjalanan waktu, penyakit ini lebih popular sebagai “penyakit seribu wajah” karena gejalanya sangat beragam menyerupai demam dan kadang seperti tifus. Gejala yang muncul tidak muncul sendiri sebagai gejala dan penyakit lupus. Hal ini terus berkembang perlahan-lahan selama beberapa tahun dengan gejala dan keluhan yang beragam. Akhirnya, penyakit lupus diketahui tidak hanya menyerang bagian kulit luar, tetapi juga hampir seluruh organ tubuh bagian dalam.

Dulu penyakit ini sempat tidak diacuhkan, tetapi kini justru dianggap serius karena dapat mengancam jiwa. Bahkan, setiap tahun diketahui ribuan orang Amerika meninggal dunia akibat komplikasi penyakit ini.

Jumlah penderita lupus ini tidak terlalu banyak. Menurut data pustaka, di Amerika Serikat ditemukan 14,6 sampai 50,8 per 100.000. Di Indonesia bisa dijumpai sekitar 50.0000 penderitanya. Sedangkan, di RS Ciptomangunkusumo Jakarta dari 71 kasus yang ditangani sejak awal 1991, 1 dari 23 penderitanya adalah laki – laki.

Hingga kini lupus masih dianggap penyakit misterius. Meskipun penyakit ini telah terdeteksi selama 150 tahun lebih, tetapi belum diketahui secara pasti penyebab dan cara penyembuhannya secara tuntas. Selama ini upaya yang dilakukan tim medis sebatas menekan dan mengurangi gejala lupus, juga belum ada dokter ahli atau spesialisasi di bidang penyakit ini. Bahkan rumah sakit yang khusus penangani penyakit ini belum tersedia karena masih sebatas rumah sakit atas rujukan dokter setempat. Kondisi demikian membuat lupus dianggap sebagai penyakit autoimmune yang paling menonjol beberapa tahun ini. Dan menurut dr. Heru Sundaru dari Sub Bagian Alergi-Imonologi, bagian ilmu penyakit dalam FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, dalam seminar penyakit lupus dan wanita yang diselenggarakan Yayasan Lupus Indonesia pada tahun 1998, penyebab lupus belum diketahui dengan pasti. Selain faktor keturunan, faktor lingkungan seperti infeksi virus, cahaya matahari, dan obat-obtan, diduga ikut berperan dalam timbulnya gejala secara umum.

Penyakit yang muncul lantaran sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan yang justru mengganggu kesehatan tubuh. Artinya tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah. Merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi, eritrosit, leukosit dan trombosit. Penyebab lupus :

1. Faktor lingkungan

Di perkirakan pencetus lupus berasal dari infeksi, stress, makanan, antibiotik (khususnya kelompok sulfa dan penisilin), cahaya ultraviolet (matahari), dan penggunaan obat-obatan tertentu.

2. Faktor Genetik

Bahwa lupus diturunkan, angkanya relative kecil kemungkinan hanya 10 %. Sampai saat ini, tidak diketahui gen-gen yang menjadi penyebabnya. Berdasarkan pengalaman diketahui ada penderita yang keluarga dekatnya (orang tua, kakak dan adik) juga menderita lupus. Hanya 5 % bayi yang tekena lupus dilahirkan dari ibu pasien lupus. Bahkan, jika bayi yang dilahirkan identik, kemungkinan yang terkena lupus hanya salah satu dari mereka.

3. Faktor Hormon

Agaknya, faktor hormonal dapat menjelaskan mengapa kaum wanita lebih sering terkena lupus dibandingkan pria. Meningkatnya angka pertumbuhan penyakit lupus sebelum periode menstruasi atau selama masa kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon, khususnya estrogen, menjadi pencetus lupus. Namun, hingga kini belum diketahui jenis hormon yang menjadi penyebab besarnya kejadian penyakit ini pada perempuan.

Umumnya, gejala penyakit lupus pada perempuan dan laki-laki sama. Namun, resiko timbulnya lupus pada perempuan dewasa usia subur adalah delapan kali lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

4. Faktor Sinar Matahari.

Terkena paparan sinar matahari merupakan salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala penyakit ini. Para dokter memperkirakan sinar matahari memancarkan sinar ultraviolet yang dapat merangsang peningkatan hormone estrogen yang cukup banyak sehingga mempermudah terjadinya reaksi autoimmune, namun bukan berarti pasien hanya bisa keluar pada malam hari demi menghindari sengatan sang surya itu. Pasien lupus bisa keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00. Selain itu, disarankan memakai krim pelindung dari sengatan matahari.

Ternyata terik sinar matahari di Negara tropis seperti Indonesia merupakan salah satu faktor pencetus kekambuhan pasien. Pasien yang peka terhadap sinar matahari, wajahnya akan timbul bercak kemerahan. Kepekaan terhadap sinar matahari (photosensitivity) timbul sebagai reaksi kulit yang tidak normal terhadap sinar matahari.

Sekitar 40 % - 60% pasien SLE (Sistemik Lupus Erythematosus) rentan terhadap cahaya matahari. Paparan cahaya matahari yang berlebihan bisa menjadi pemicu serangan penyakit SLE dan memperburuk (cutaneous) discoid lupus. Biasanya, kepekaan pasien lupus terhadap sinar matahari di karenakan ultraviolet (UV), yaitu UVA, AVB, UVB dan UVC. Sinar UVC sedikit terkurangi dengan adanya penyaringan ozon (O3 ) pada lapisan statosfir. Cahaya UV dapat mengakibatkan penuaan, keriput, prakanker, dan kanker.

Pasien lupus harus menyadari bahwa sinar matahari adalah musuh bagi mereka. Oleh karena itu, sebaiknya selesaikan aktivitas di luar gedung sebelum pukul 10 pagi atau setelah pukul 2 siang., yaitu saat cahaya UV kurang begitu menyengat. Selain itu, sebaiknya tidak berjemur atau “menikmati” panas dan tidak menjadikan kulit cokelat terbakar sinar matahari.

Gunakan pelindung matahari yang mampu menghambat cahaya matahari (sunblock) dan menahan cahaya matahari (sunscreens). Sunblock mengandung bahan kimia, seperti zinc oxide, titanium dioxide, dan veterinary petrolatum yang menghambat cahaya UVA maupun UVB. Penghambat UVA yang paling luas dipergunakan adalah oxybenzone yang dipasarkan dalam bentuk krim, cairan lotion, dan jeli. Sebelum membeli krim matahari, pertimbangkan angka SPF, jenis cahaya UV yang diserap, dan kemampuan efektivitasnya (setelah dan sebelum menggunakan tabir matahari ). Lakukan tes dulu untuk mengetahui kepekaan kulit terhadap kadar alergi.

UV memperdarahi kondisi lupus hingga saat ini masih belum diketahui. Perubahan DNA bisa berntindak sebagai antigen yang memicu antibodi dan memancing tanggapan autoimmune dalam kulit. Utamanya terhadap orang-orang yang peka terhadap sinar matahari, UV dapat menyebabkan sel-sel kulit melepaskan substansi (cytokinesis, prostaglandin) yang memicu peradangan. Reaksi terhadap substansi tersebut mengakibatkan kulit menjadi merah, radang, dan berkembang menjadi ruam kemerah-merahan.

Reaksi kepekaan terhadap sinar matahari juga mempengaruhui organ tubuh bagian dalam. Pada penderita SLE, pelepasan substansi menjadi penyebab radang oleh sel-sel kulit yang dapat diserap kedalam aliran darah dan terbawa kebagian tubuh lain. Akibatnya, timbul peradangan pada berbagai organ tubuh yang menonjol pada gejala-gejala lupus sistemik. Lupus erythemetosus yang disebabkan cahaya UV merupakan masalah klinis dan sosioekonomis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar