Sabtu, 10 September 2011

LAPORAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN INTENSIF RUANG CVCU RS.HARAPAN KITA PADA KLIEN DENGAN GAGAL NAFAS

LAPORAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN INTENSIF

RUANG CVCU RS.HARAPAN KITA

PADA KLIEN DENGAN GAGAL NAFAS

Disusun oleh

Nama : Maya Kurniasari

NIM : 200711039

STIKes JAYAKARTA

JAKARTA

2011


DAFTAR ISI

Daftar isi.............................................................................................................ii

Kata pengantar..................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar belakang.....................................................................................1

b. Tujuan penulisan.................................................................................1

c. Sistematika penulisan..........................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI

a. Definisi gagal nafas.............................................................................3

b. Etiologi gagal nafas.............................................................................3

c. Patofisiologi gagal nafas.....................................................................4

d. Tanda Dan Gejala Gagal Nafas...........................................................7

e. Pemeriksaan Penunjang......................................................................8

f. Pentalaksanaan Medis.........................................................................8

g. Asuhan Keperawatan..........................................................................8

h. Diagnosa Keperawatan........................................................................9

i. Rencana keperawatan........................................................................10

BAB III HASIL OBSERVASI

a. Hasil observasi..................................................................................14

b. Pembahasan……...............................................................................18

BAB IV PENUTUP

a. Simpulan...........................................................................................22

b. Saran..................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa mencurahkan nikmat dan karunia-Nya tanpa henti kepada umat manusia. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw yang telah membawa risalah kebenaran bagi para pengikutnya. Dengan mengucap syukur alhamdulillah, dengan rahmat, dan hidayah dari Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Intensif. Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah mampu memahami masalah keperawatan yang muncul terkait dengan masalah pada klien dengan gagal nafas

.

Pada kesempatan kali ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah memberi bantuan moral dan semangat, kepada dosen mata ajar Keperawatan Intensif, dan kepada semua yang telah memberikan dorongan semangat yang tidak penulis sebutkan satu per satu, sehingga dapat terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak dipenuhi kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, Juli 2011

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernapasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi oksigen, karbondioksida dan ion hidrogen dalam cairan tubuh. Kelebihan karbondioksida atau ion hidrogen mempengaruhi pernapasan terutama efek perangsangan pusat pernapasannya sendiri, yang menyebabkan peningkatan sinyal inspirasi dan ekspirasi yang kuat ke otot-otot pernapasan. Otot napas, otot inspirasi utama adalah diafragma dan interkostal eksternus. Bila ada kelumpuhan otot-otot tersebut misal karena sisa obat pelumpuh otot, myastenia gravis, akan menyebabkan gangguan napas. Tekanan intra abdominal yang tinggi akan menghambat gerak diafragma.

Hipoksia akut akan menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis yang mempunyai gambaran pada alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah pusat batang otak akan terkena, dan kematian biasanya disebabkan oleh gagal pernapasan.

B. Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah mampu memahami masalah keperawatan yang muncul terkait dengan masalah keperawatan intensif pada klien dengan gagal nafas

.


C. Sistematika

Makalah ini terdiri dari 4 bab yaitu :

BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari latar belakang, tujuan penullisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI yang berisi mengenai teori-teori tentang Definisi gagal nafas, Etiologi gagal nafas, Patofisiologi gagal nafas, Tanda Dan Gejala Gagal Nafas, Pemeriksaan Penunjang, Pentalaksanaan Medis, Asuhan Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Rencana keperawatan

BAB III HASIL OBSERVASI yang berisi hasil observasi dan pembahasan

BAB IV PENUTUP yang terdiri dari simpulan dan saran.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi gagal nafas

Secara definisi maka Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis. Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001). Sedangkan menurut (Brunner & Sudarth, 2001) Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia).

B. Etiologi gagal nafas

  1. Depresi Sistem saraf pusat

Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.

  1. Kelainan neurologis primer

Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.

  1. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks

Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.

  1. Trauma

Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar

  1. Penyakit akut paru

Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

C. Patofisiologi gagal nafas

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali keadaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

. Skema patofisiologi gagal nafas

D. Tanda Dan Gejala Gagal Nafas

1. Tanda

Gagal nafas total :

a. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.

b. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi

c. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan

Gagal nafas parsial

a. Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.

b. Ada retraksi dada

2. Gejala

a. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)

b. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

3. Penyebab Gagal Nafas

Penyebab sentral

a. Trauma kepala : contusio cerebri

b. Radang otak : encephalitis

c. Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak

d. Obat-obatan : narkotika, anestesi

Penyebab perifer

a. Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans

b. Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale

c. Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS

d. Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax, haematothoraks

e. Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg

2. Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui

3. Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP

4. EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia

F. Pentalaksanaan Medis

1. Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong

2. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP

3. Inhalasi nebuliser

4. Fisioterapi dada

5. Pemantauan hemodinamik/jantung

6. Pengobatan : Brokodilator Steroid

7. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

G. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Sirkulasi

Tanda : Takikardia, irama ireguler S3S4/Irama gallop Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum) TD : hipertensi/hipotensi

b. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk

Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis

c. Pernapasan

Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, “lapar udara”, batuk

Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor

d. Keamanan

Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi

e. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker

H. Diagnosa Keperawatan :

1. Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)

2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa

3. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, NPO

4. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma abdomen, luka operasi, prosedur invasif (CVP, kateterisasi, ETT)

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan

6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan terpasangnya ETT

I. RENCANA KEPERAWATAN

1. Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)

Ditandai dengan :

- sistem alarm berbunyi

- suara nafas : penumpukan sputum terdengar

- suara nafas menurun (pada obstruksi jalan nafas/kolaps paru)

- pasien gelisah

- usaha nafas klien meningkat : penggunaan otot tambahan pernafasan (+)

Tujuan :

Kebersihan jalan nafas dapat terjaga

Intervensi :

a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien

R/ : Obstruksi dapat disebabkan dari penumpukan sekresi, perdarahan, spasme jalan nafas

b. Evaluasi pengembangan dada, dan kaji suara nafas kedua belah paru

R/ : Pengembangan dada yang simetris dan suara nafas yang seimbang pada kedua belah paru menunjukkan ETT berada tepat dan tidak ada obstruksi. Obstruksi paru (akibat pneumonia, atelektasis) dapat menimbulkan suara ronkhi dan wheezing

c. Catat adanya batuk yang berlebihan, peningkatan dispneu, bunyi alarm, adanya sekret pada ETT, peningkatan ronchi

R/ : Pasien yang diintubasi mengalami batuk yang tidak efektif sehingga penumpukan sekret terjadi

d. Monitor sistem humidifikasi dan temperatur

R/ : Pengentalan sekret dapat timbul akibat sistem humidifikasi kurang

e. Suction sesuai kebutuhan

R/ : Suction tidak boleh rutin karena banyak memiliki efek negatif

f. Ajarkan tehnik batuk efektif, nafas dalam pursed lip breathingbila pasien kooperatif

R/ : Meningkatkan kemampuan mengeluarkan sekret secara efektif, menimbulkan retarged ekspirasi sehingga menurunkan kolaps paru

g. Ubah posisi secara periodik

R/ : Meningkatkan drainase sekret dan ventilasi ke seluruh bagian paru, menurunkan resiko atelektasis

h. Anjurkan pasien untuk minum banyak sesuai kondisi

R/ : Meningkatkan keenceran sekret

Kolaboratif

a. Lakukan bronkhial washing, fisiotherapi dada (perkusi, vibrasi,postural drainase)

R/ : Membantu mengencerkan, meningkatkan mobilisasi sekret sehingga mudah dikeluarkan

b. Berikan bronkhodilator /mukolitik sesuai indikasi. Evaluasi efektifitasnya.

R/ : Meningkatkan keenceran sekret dan melebarkan jalan nafas

2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa.

Tujuan : Gagguan deficit volume cairan tidak terjadi

Intervensi :

a. Monitor tanda vital, CVP ; catat perubahan tekanan darah, observasi kenaikan temperatur

R/: Perubahan tanda vital menandakan perkembangan penyakit, CVP untuk mengetahui defisit volume cairan dan respon terhadap therapi cairan pengganti. Demam terjadi karena peningkatan metabolisme dan kehilangan cairan

b. Palpasi nadi perifer, catat capillary refill, warna kulit, temperature

R/: Kondisi deficit cairan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ dan mungkin menyebabkan syok

c. Monitor output urine, ukur dan estimasikan kehilahangan cairan dari lambung,

drainase luka atau diphoresis

R/: Penggantian cairan berdasarkan jumlah cairan yang hilang

d. Timbang berat badan tiap hari, hitung balance cairan, catat adanya oedema pada tungkai

R/: Perubahan berat badan merupakan tanda tidak akurat dalam perubahan intra vaskular

e. Berikan perawatan mulut, memandikan pasien setiap hari dan berikan lotion

R/: Mukosa mulut dan bibir cenderung kering

f. Kaji adanya dispneu, cyanosis, meningkatnya kecemasan, gelisah

R/: Meningkatnya agregasi platelet mungkin menyebabkan emboli sistemik

g. Monitor tanda-tanda batuk produktif, dispneu, crakles

R/: Koreksi yang terlalu cepat terhadap kekurangan cairan menyebabkan gangguan kardiopulmonary, terutama untuk cairan koloid

Kolaboratif

a. Monitor hasil laboratorium Hb, Ht, Trombosit, elektrolit, glukosa, PH, PCO2

R/: Balance metabolik elektrolit membutuhkan koreksi

b. Berikan cairan infus sesuai indikasi

- Cairan isotonis seperti NaCl 0,9, Dextrose 5%

- Cairan 0,45%, RL

- Cairan koloid : Dextran, Plasma, Albumin

- Darah : whole blood (tranfusi darah)

R/: Cairan : isotonis merupakan kristaloid yang memberikan perbaikan sirkulasi secara tepat, RL adalah hipotonis, koloid untuk mengoreksi kekurangan konsentrasi protein plasma, darah diberikan bila terindikasi kehilangan darah yang aktif.

3. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, NPO

Tujuan : Gangguan pemenuhan nutrisi tidak terjadi

Intervensi :

a. Mereview faktor individual yang berefek terhadap kemampuan pencernaan makanan. Contoh : keadaan puasa (NPO), nausea, ileus paralitik.

R/: Mempengaruhi pilihan intervensi

b. Timbang berat badan, catat intake dan output

R/: Mengidentifikasi status cairan sama pentingnya untuk memastikan kebutuhan metabolik

c. Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, catat adanya flatus

R/: Menentukan kembalinya peristaltik usus 2 – 4 hari setelah operasi

d. Identifikasi makanan yang disukai atau yang tidak disukai pasien, beri dorongan untuk memilih makanan yang tinggi protein atau vitamin C

R/: Untuk meningkatkan kerjasama pasien dalam hal diet protein dan vitamin C membantu perbaikan dan pemeliharaan jaringan

e. Observasi adanya diare

R/: Sindroma mal absorbsi dapat terjadi setelah operasi usus kecil membutuhkan evaluasi selanjutnya dan modifikasi diet. Contoh : diet rendah lemak

Kolaborasi :

a. Menjaga kepatenan dari NGT

R/: Menjaga dekompresi terhadap lambung, usus halus dan meningkatkan istirahat atau penyembuhan dari usus

b. Berikan infus cairan seperti albumin, lipid dan elektrolit

R/: Mengoreksi imbalance cairan dan elektrolit

c. Berikan vitamin dan terutama vitamin K secara parenteral

R/: Masalah intestinal dapat menyebabkan absorbsi cairan terganggu

d. Berikan obat-obat lain sesuai indikasi

- Antiemetik

- Antasida/histamin inhibitor (antagamed)

R/: Antiemetik untuk mencegah muntah, antasida untuk menurunkan formasi asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulkus

e. Konsultasi dengan ahli diet

R/: Menentukan kebutuhan diet pasien

f. Berikan cairan, bertahap dari cair sampai full diet sesuai dengan toleransi

setelah NGT dicabut

R/: Dimulainya pemberian cairan dan diet adalah penting untuk mengembalikan fungsi normal intestinal dan untuk meningkatkan intake nutrisi yang adekuat


BAB III

HASIL OBSERVASI

A. HASIL OBSERVASI

INISIAL PASIEN: Ny.P

USIA : 55 tahun

JENIS KELAMIN : Perempuan

BB:80 kg

DIAGNOSIS MEDIS : Respiratory Failure pada ADHF WET & WARM

TIPE PEMASANGAN VENTILATOR :

Tipe pemasangan ventilator yaitu secara invasive.

JENIS VENTILATOR : Puritan Bennet

JENIS YANG TERSEDIA DI CVC :

1. Galileo

2. Hamilton- G5

3. Puritan Bennet

4. Event

5. Servoi-i

PEMANTAUAN UNTUK PASIEN INI :Pemantauan dilakukan pada tanggal 9 juli 2011

Parameter

Nilai

Analisa Gas Darah (AGD)

Nilai

Normal

Blood Pressure (mmHg)

-

pH

7,38

7,35-7,45

Heart Rate (bpm)

76

PaO2 (mmHg)

102

69 – 116

Respiratory Rate

20

PaCO2(mmHg)

39

35-45

Temperature (o C)

36,5

BE(mmol/L)

-0,9

-2,4 – 2,3

Saturasi Oksigen (SpO2)%

-

HCO3 (mmol/L)

23,5

22- 26

Mode ventilator

-

Sat O2 (%)

100

95-99

FiO2 (%)

35

O2 (L)

-

Tidal Volume

121

Minute Volume

-

Jelaskan :

Pasien mengalami PaO2 meningkat dikarenakan pasien mengalami gagal kompensasi kembali, pasien mengalami respiratory failure, HR masih dalam keadaan normal, RR masih rentan normal, pH masih dalam batas normal.

JENIS BANTUAN PERNAPASAN PADA VENTILATOR YANG DIGUNAKAN :

Jenis bantuan pernapasan adalah napas spontan. Yaitu pasien masih dapat bernapas normal. Namun sedikit dibantu dengan alat Puritan Bennet .

MODUS PERNAPASAN PADA MESIN VENTILATOR :

Modus pernapasan pada mesin ventilator yaitu spontan.

PEMANTAUAN DAN INTERVENSI PADA PASIEN INI (MANDIRI DAN KOLABORATIF)

1. Support emosional pasien : -

2. Setting alarm ventilator : 20 % keatas dan 20% ke bawah

3. Humidifikasi gas inspirasi : pake water for injection

4. Pengkajian Hemodinamik :

5. Posisi pasien : semi fowler

6. Oral hyegine : perawat melakukan oral hyiegine menggunakan mouth wash/ NaCl

7. Penggantian tubing ventilator /disposable: 1 hari diganti (kalau kotor 1x24 jam tetapi menyebabkan makin kotor jadi bisa diganti 2x24 jam

8. Bila pasien sadar : berkomunikasi dengan papan tulis

9. Pemberian obat sedasi atau relaxan : kalau obat sedasi menggunakan domikum , kalau obat relaxan menggunakan Norpura

KOMPLIKASI YANG DIALAMI PASIEN INI : Perawat ruangan mengatakan saat ini tidak terjadi komplikasi. Untuk pemantauan komplikasi pada pasien ini membutuhkan waktu yang lama. Dan rumah sakit sangat menghindari komplikasi dibawah ini.

1. Mechanical (Accidental disconnection, leaks incircuit, loss of electrical power, loss of gas pressure)

2. Airway : (laryngeal edema, tracheak mucosal trauma)

3. Pulmonary (Barotrauma, O2 toxicity, atelectasis, nosocomial pneumonia)

4. Cardiovaskuler (decreased venous return dan cardiac output, hypotensi)

5. GI dan Nutrional (GI bleeding, malnutrition)

6. Renal (Decreased urine output)

7. Neurologic (increase ICP)

8. Acid Base (Respiratory alkalosis, asidosis)

INTERVENSI (MEDIKAL DAN NURSING )

RENCANA WEANING

Pada pasien ini, sulit untuk weaning.

1. KRITERIA

a. Gagal napas atau tidak

b. Fungsi paru membaik atau tidak

1) MV Normal <10 L/menit

2) TV adekuat (5-10 cc)

3) Usaha napas pasien >/2x MV setelah istirahat

4) PaO2 > 60 pada FiO2 <40 % PEP < 5

5) PaC O2 < 45

6) pH = 7,35-7,45

7) Rontgen Torak membaik

c. Kardiovaskuler Stabil atau tidak

1) Preload baik : CVP 8-14

2) After load baik : SVR 800-1200

3) Tekanan darah sistolik : 100-160

4) Kontraktilitas baik Cl > 2,4 takikardi (-)

5) Tanda inotropik atau dengan inotropik dosis < 10 ug/kgBB/mnt

6) Tidak ada aritmia

d. Perfusi Organ Ginjal

1) Fungsi ginjal baik

a) Produksi urin 0,5-1 cc/kg

b) Ureum, kreatinin tidak naik > 50 %

2) Fungsi GIT baik

e. Asam basa dan elektronik normal

f. Temperature normal

g. Status nutrisi baik

h. Nafas dan batuk adekuat

i. Tidak ada gagal system organ mayor

j. Tidak anemia

k. Tidak ada infeksi

2. PARAMETER SELAMA WEANING

a. RR < 24 x/menit

b. HR dan BP ± 15 % dari standar pasien

c. TV (5-10 cc/kgBB

d. pH > 7, 35

e. PO2 > 60

f. PCO2 <45

g. SPO2 > 90

h. Aritmia (-)

i. Penggunaan obat-obat napas tambahan

3. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN SELAMA WEANING

a. Jadwal weaning

b. Lama latihan dan toleransi pasien

c. Setelah sukse weaning dan ekstubasi maka diberi therapy O2 yang tepat

4. YANG DILAKUKAN JIKA GAGAL WEANING

a. Dikoreksi lagi masalah yang menyebabkan gagal weaning

b. Pemantauan secara ketat yang menyebabkan gagal weaning

c. Pemantauan tanda-tanda gagal weaning seperti RR > 35x, SpO2 < 90 %, HR > 140, TD S> 180 TD D > 90, gelisah, diaphoresis.

B. Pembahasan

Setelah dilakukan observasi pada Ny.p (55 thn), maka pada bab ini akan membandingkan antar teori gagal nafas dan kasus di ruang cvcu RS.harapan kita.

Berdasarkan teori didapatkan gejala dari penderita gagal nafas yaitu terjadinya hiperkapnia dan Hipoksemia. Pada kasus Ny. P mengalami hiperkapnia dan hipoksemia hal tersebut dapat dianalisa hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2). Hiperkapnia yaitu kelebihan CO2 dalam darah arteri. Hal ini disebabkan oleh hipoventilasi. Drive respiratori yang insufisien, defek ventilatori pump, beban kerja yang sedemikian besar sehingga terjadi kecapaian pada otot pernafasan dan penyakit intrinsik paru dengan ketidakseimbangan V/Q yang berat. Keadaan hiperkapnia hampir selalu merupakan indikasi adanya insufisiensi atau gagal nafas. Menurunnya pH otak yang akut meningkatkan drive ventilasi. Dengan berjalannya waktu, kapasitas bufer di otak meningkat, dan akhirnya terjadi penumpulan terhadap rangsangan turunnya pH di otak dengan akibatnya drive tersebut akan menurun. Efek hiperkapnia akut kurang dapat ditoleransi daripada yang kronis, yaitu berupa gangguan sensorium dan gangguan personalia yang ringan, nyeri kepala, sampai konfusi dan narkosis. Hiperkapnia juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Hipoksemia akut dapat menyebabkan berbagai masalah termasuk aritmia jantung dan koma. Terdapat gangguan kesadaran berupa konfusi.

Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat menurunkan kesadaran dan menekan pusat napas bila disertai hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat napas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan ventilasi dan oksigensi.

Gagal nafas (yang menyebabkan hipoksemia dan atau hiperkapnia), dapat juga disebabkan karena obstruksi saluran nafas, disfungsi parenkim paru dan ventilatory pump failure. Supaya pernafasan menjadi efektif, perlu tekanan intrapleura yang negatif, dan keadaan ini dihasilkan oleh kerja otot nafas dengan iga. Kegagalan ventilatory pump dapat disebabkan oleh disfungsi pusat nafas, disfungsi otot nafas atau kelainan struktur dinding dada. Anatomi saluran nafas dan parenkim parunya mungkin normal. Kifosis dan flail chest adalah contoh kelainan perubahan struktur dinding dada yang menyebabkan kontraksi otot nafas dan pembuatan tekanan pleura menjadi inefisien.

Klien mendapatkan terapi obat :

a. Aminofilin

indikasi : asma dan penyakit paru obstruksi kronis

kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap teofilin dan ethylendiamine

mekanisme kerja: Teofilin, sebagai bronkodilator, memiliki 2 mekanisme aksi utama di paru yaitu dengan cara relaksasi otot polos dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan nafas (suppression of airway stimuli). Mekanisme aksi yang utama belum diketahui secara pasti. Diduga efek bronkodilasi disebabkan oleh adanya penghambatan 2 isoenzim yaitu phosphodiesterase (PDE III) dan PDE IV. Sedangkan efek selain bronkodilasi berhubungan dengan aktivitas molekular yang lain. Teofilin juga dapat meningkatkan kontraksi otot diafragma dengan cara peningkatan uptake Ca melalui Adenosin-mediated Chanels.

b. Nicholin

perhatian khusus : Pada pasien dengan gangguan kesadaraan yang akut, berat, dan progresif, penggunakan bersama dengan hemostatik, obat-obat pengurang tekanan intrakranial atau obat-obat penurun panas saat demam.

Indikasi : Ketidaksadaran/pingsan setelah trauma otak (terpukul, terbentur), kecelakaan lalu lintas, dan operasi otak. Gangguan neural/saraf dan psikiatrik/jiwa (hemiplegia/kelumpuhan sebelah badan, diskinesia/gangguan daya gerak yang dikehendaki), motorpalsi/kelumpuhan gerakan, afasia, amnesia, disorientasi dan sakit kepala) setelah apopleksi (kehilangan kesadaran mendadak, diikuti kelumpuhan, karena gangguan peredaran darah otak), luka di kepala, dan operasi otak.

c. ISDN

indikasi: Pencegahan dan pengobatan angina pektoris; untuk gagal jantung kongestif; untuk mengurangi rasa nyeri, disfagia dan spasme pada esofagus dengan reflak gastroesofagus.

Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap isosorbid dinitrat atau komponen lain dalam formulasi; hipersensitif terhadap nitrat organik; penggunaan bersama penghambat phosphodiesterase-5 (PDE-5) (sildenafil, tadalafil, or vardenafil); glaukoma angle-closure( peningkatan tekanan intraocular); trauma kepala atau perdarahan serebral (peningkatan tekanan intrakranial); anemia berat.

mekanisme kerja : Menstimulasi c-GMP intraseluler sehingga menyebabkan relaksasi otot polos baik pada arteri maupun vena. Menurunkan tekanan ventrikel kiri (preload) dan dilatasi arterial sehingga menurunkan resistensi arterial (afterload). Hal ini akan menurunkan kebutuhan oksigen sekaligus adanya dilatasi arteri koroner akan memperbaiki aliran darah

d. Dorner Tablet

indikasi : Memperbaiki luka, nyeri, dan keadaan rasa dingin berkaitan dengan penyumbatan arteri kronis dan Hipertensi paru-paru primer.

kontra indikasi : Pasien haemorrhage dan Kehamilan

e. Hidralazin

Mekainsme Kerja : Hidralazin merelaksasi secara langsung otot polos arteriol dengan mekanisme yang masih belum dapat dipastikan. Salah satu kemungkinan mekanisme kerjanya adalah sama dengan kerja nitrat organik dan natrium nitroprusid, yaitu dengan melepaskan nitrogen oksida (NO) yang mengaktifkan guanilat siklase dengan hasil aktif defosforilasi berbagai protein, termasuk protein kntraktil, dalam sel otot polos. Vasodilatis yang kuat berupa peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung, peningkatan renin plasma, dan retensi cairan yang semuanya akan melawan efek hipotensif obat. Hidralazin menurunkan TD sistolik dengan menurunkan resistensi perifer. Oleh karena hidralazin lebih selektif mendilatasi arteriol dari pada vena, maka hipotensi postural jarang terjadi.

f. Amlodipin

Indikasi : Amlodipin diindikasikan untuk pengobatan hipertensi, dapat digunakan sebagai agen tunggal untuk mengontrol tekanan darah pada sebagian besar penderita hipertensi. Penderita hipertensi yang tidak cukup terkontrol jika hanya menggunakan anti hipertensi tunggal akan sangat menguntungkan dengan pemberian amlodipin yang dikombinasikan dengan diuretik thiazida, inhibitor β-adrenoreseptor, atau inhibitor angiotensin converting enzyme.Amlodipin juga diindikasikan untuk pengobatan iskemia myokardial, baik karena obstruksi fixed (angina stabil), maupun karena vasokonstriksi (angina varian) dari pembuluh darah koroner. Amlodipin dapat digunankan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan obat-obat anti angina lain, terutama pada penderita angina yang sukar disembuhkan dengan nitrat dan atau dengan β-blockerpada dosis yang memadai.

Kontraindikasi : Amlodipin dikontraindikasikan pada pasien yang sensitif terhadap dihidropiridin.

G. Ozid capsule

Indikasi: Pengobatan jangka pendek tukak duodenum dan tidak responsitif terhadap obat antagonis reseptor H�², Pengobatan jangka panjang tukak lambung. Pengobatan jangka lama sindroma Zollinger Ellison dan Refluks esofagitis erosif atau ulseratif yang terdiagnosa melalui endoskopi.

kontra indikasi: Hipersensitif terhadap omeprazol

triparen no. 1 infus 500 ml

indikasi: Untuk asupan air, elektrolit, dan kalori pada nutrisi vena pusat bila pemberian makanan per oral atau enteral tidak mencukupi atau tidak memungkinkan.

kontra indikasi : Hiperpotasemia, hiperkalsemia, hipermagnesemia, hiperfosfatasemia, hipernitremia, Penyakit Addison dan oliguria (sekresi kemih yang berkurang, dibandingkan dengan masukan cairan), Hipotiroidisme dan hipoparatiroidisme, Pengobatan dengan glikosida kardiotonik, Prekoma dan koma hepatikum, Kelainan ginjal berat, Gangguan metabolisme Asam Amino, Intoleransi Fruktosa herediter (bersifat turun-menurun).

Klien terdapat dipasang alat invasive :

a. ETT

Tujuannya adalah untuk menegakkan patensi jalan napas

Indikasi : Kebutuhan akan ventilasi mekanik , Kebutuhan higienepolmuner, Kemungkinan Komplikasi, Kemungkinan aspirasi dan Kemungkinan obstruksi jalan napas bagian atas Pemberian anestesi.

Kontraindikasi: Tidak ada kontraindikasi yang absolute, namun demikian edema jalan napas bagian atas yang buruk atau fraktur dari wajah dan leherdapat memungkinkan dilakukan intubasi.

b. Ventilator

Indikasi Pemasangan Ventilator : Pasien dengan respiratory failure (gagal napas), Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi, Post Trepanasi dengan black out, Respiratory Arrest.

Kriteria Pemasangan Ventilator: Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit,
Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg, PaCO2 lebih dari 60 mmHg dan Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik: Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis berkontraksi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif.. Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif.


BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan

Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001). Sedangkan menurut (Brunner & Sudarth, 2001) Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia).

Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

B. Saran

1. Diharapkan mahasiswa dapat memahami teori tentang mitral stenosis dan tindakan pemantauan intensive yang harus dilakukan pada klien dengan gagal nafas.

2. Saran untuk institusi : dalam mata ajar keperawatan intensive, institusi harus lebih meningkatkan frekuensi waktu kunjungan di rumah sakit agar mahasiswi dapat menerapkan aplikasi ilmunya dan dapat memperoleh pengalaman dalam mata ajar keperawatan intensive

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta

Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC, Jakarta

Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis, Philadelphia

Harrison. (1999). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Potter & Perry.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC

Suprihatin, Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK Angkatan I, Universitas Airlangga, Surabaya

W .F. Ganong. (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : EGC

www.scribd.com/doc/54311055/Tanda-Dan-Gejala-Kecukupan-Oksigen-PRINT

http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html

http://dityanurse.blogspot.com/2011/06/kecukupan-oksigen.html

http://perawatemergensi.blogspot.com/2010/01/prosedure-intubasi-endotrakeal.html

http://rinanovrina.blogspot.com/2011/01/ventilasi-mekanik-dalam-perawatan.html

http://oborku.com/index.php?lang=IN&mib=obat.detail&id=2010032208200301http://www.apotik.medicastore.com/index.php?mod=obat&id=4133&name=NICHOLIN

http://medicatherapy.com/index.php/content/read/31/info-obat/isdn

http://islamudinphar02unhas.multiply.com/journal

http://apotik.medicastore.com/index.php?mod=obat&id=10391&cat=1&name=ozid+capsule

http://apotik.medicastore.com/index.php?mod=obat&id=6099

Tidak ada komentar:

Posting Komentar