Sabtu, 10 September 2011

LAPORAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN INTENSIF RUANG ICU RS.HARAPAN KITA PADA KLIEN DENGAN MITRAL STENOSIS

LAPORAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN INTENSIF

RUANG ICU RS.HARAPAN KITA

PADA KLIEN DENGAN MITRAL STENOSIS

Disusun oleh

Nama : Maya Kurniasari

NIM : 200711039

STIKes JAYAKARTA

JAKARTA

2011


DAFTAR ISI

Daftar isi.............................................................................................................ii

Kata pengantar..................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar belakang.....................................................................................1

b. Tujuan penulisan.................................................................................1

c. Sistematika penulisan.........................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI

a. Definisi mitral stenosis........................................................................3

b. Etiologi................................................................................................3

c. Patofisiologi........................................................................................4

d. Manifestasi Klinis...............................................................................6

e. Komplikasi..........................................................................................8

f. Pemeriksaan Penunjang......................................................................8

g. Collaborative Care Management.........................................................9

h. Pengobatan........................................................................................11

i. Asuhan keperawatan.........................................................................12

j. Diagnosa Keperawatan......................................................................12

k. Rencana Keperawatan.......................................................................13

BAB III HASIL OBSERVASI

a. Hasil observasi..................................................................................18

b. Pembahasan……...............................................................................20

BAB IV PENUTUP

a. Simpulan...........................................................................................25

b. Saran..................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................26


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa mencurahkan nikmat dan karunia-Nya tanpa henti kepada umat manusia. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw yang telah membawa risalah kebenaran bagi para pengikutnya. Dengan mengucap syukur alhamdulillah, dengan rahmat, dan hidayah dari Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Intensif. Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah mampu memahami masalah keperawatan yang muncul terkait dengan masalah pada klien dengan mitral stenosis

Pada kesempatan kali ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah memberi bantuan moral dan semangat, kepada dosen mata ajar Keperawatan Intensif, dan kepada semua yang telah memberikan dorongan semangat yang tidak penulis sebutkan satu per satu, sehingga dapat terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak dipenuhi kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, Juli 2011

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara berkembang dengan higiene yang belum baik, Indonesia memiliki angka kekerapan penyakit infeksi yang relatif tinggi. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1975, 1981, 1986, 1995, hingga 2001, penyakit infeksi selalu menempati urutan pertama, disusul oleh penyakit kardiovaskular dan keganasan sebagai pembunuh masyarakat. Stenosis katup mitral hampir selalu disebabkan oleh demam rematik, yang pada saat ini sudah jarang ditemukan di Amerika Utara dan Eropa Barat. Karena itu di wilayah tersebut, stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang pernah menderita demam rematik pada masa kanak-kanak dan mereka tidak mendapatkan antibiotik. Di bagian dunia lainnya, demam rematik sering terjadi dan menyebabkan stenosis katup mitral pada dewasa, remaja dan kadang pada anak-anak. Salah satu tanda mayor (berdasarkan kriteria Jones) demam rheuma ialah pankarditis yang akan timbul bertahun-tahun setelah kejadian demam rheuma hingga menyebabkan komplikasi tersering; stenosis mitral. Bambang Budi Siswanto, dr. Ph.D. Sp. JP(K) staf Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) menjelaskan bahwa lahan penyakit jantung katup masih sangat terbuka lebar untuk dieksplorasi di Indonesia, mengingat angka kejadiannya yang relatif besar.

B. Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah mampu memahami masalah keperawatan yang muncul terkait dengan masalah keperawatan intensif pada klien dengan mitral stenosis

.


C. Sistematika

Makalah ini terdiri dari 4 bab yaitu :

BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI yang berisi mengenai teori-teori tentang mitral stenosis, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi , pemeriksaan penunjang, collaborative Care Management, pengobatan, asuhan keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan.

BAB III HASIL OBSERVASI yang berisi hasil observasi dan pembahasan

BAB IV PENUTUP yang terdiri dari simpulan dan saran.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Mitral Stenosis

Secara definisi maka stenosis mitral dapat diartikan sebagai blok aliran darah pada tingkat katup mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leafleats, yang menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolik. (Arjanto Tjoknegoro. 1996). Mitral Stenosis (MS) adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan aliran darah ke ventrikel.

Stenosis katup mitral merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan angguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastol. Dibagi atas : Reumatik (> 90% ) dan non reumatik. Sebagian terjadi pada usia < 20 tahun yang disebut ” Juvenile Mitral Stenosis ”.

Gmbr 1. katup mitral normal dan tidak normal

B. Etiologi Mitral Stenosis

Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering diakubatkan oleh penyakit jantung reumatik. Diperkirakan 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung reumatik. Walaupun demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya.

Pada semua penyakit jantung valvular stenosis mitral lah yang paling sering di temukan, yaitu ± 40% seluruh penyakit jantung reumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan kira-kira 4 : 1.

Disamping atas dasar penyakit jantung reumatik, masih ada beberapa keadaan yang dapat memperlihatkan gejala-gejala seperti stenosis mitral, misalnya miksoma atrium kiri, bersamaan dengan ASD (atrium septal defect) seperti pada sindrom Lutembacher, ball velve thrombi pada atrium kiri yang dapat menyebabkan obstruksi outflow atrium kiri. Kausa yang sangat jarang sekali ialah stenosis mitral atas dasar kongenital, dimana terdapat semacam membran di dalam atrium kiri yang dapat memeprlihatkan keadaan kortri atrium. (Arjanto Tjoknegoro. 1996).

Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral. (www.medicastore.com).

C. Patofisiologi Mitral Stenosis

Dalam keadaan normal luas permukaan katup mitral berkisar antara 4 – 6 cm2. Apabila luas permukaan katup mitral ini 2 cm2 (mild stenosis), maka sudah mulai timbul perubahan hemodinamik, dimana daerah dari atrium kiri hanya dapat masuk ke ventrikel kiri, apabila di dorong oleh pressure gradient yang abnormal. Apabila pembukaan katup mitral <>2 maka hal ini merupakan keadaan stenosis mitral berat.

Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada waktu fase penyembuhan dema reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal. (Arief Mansjoer, dkk. 2000).

Strenosis mitral mengahalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel selama fase diastolik ventrikel. untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melalui katup yang meyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradien tekanan antara kedua ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal.

Otot atrium kiri mengalamai hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompakan darah. Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian ventrikel. atrium kiri kini tidak lagi berfungsi mengalirkan darah ke ventrikel. Dilatasi atrium terjadi oleh karena volum atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal.

Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat. akibatnya terjadi kongesti vena yang ringan sampai edema intertisial yang kadang-kadang disertai transudasi dalam alveoli.

Pada akhirnya, tekanan arteri pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari resistensi vena pulmonalis yang meninggi. Respons ini memastikan gradien tekana yang memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh darah paru-paru. Akan tetapi, hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan memberi respon terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan cara hipertrofi.

pembuluh paru-paru mengalami perubahan anatomosis yang tampaknya bertujuan melindungi kapiler paru-paru terhadap tekanan ventrikel kana dan aliran pulmonar yang meniggi. terjadi perubahan struktur, yaitu hipertrofi tunika media dan penebalan intima pada dinding arteria kecil dan arteriola. mekanisme yang memerankan respon anatomosis ini masih belum diketahui dengan pasti. Perubahan-perubahan ini menyempitkan lumen pembuluh, dan meningkatkan resistensi pembuluh paru. Konstriksi arteiolar ini meningkatkan tekana arteri pulmonalis. tekanan pulmonar dapat menimgkatkan progresif sampai setinggi tekanan sistemik. Ventrikel kanan tidak dapat memenuhi tugas sebagai pompa tekanan tinggi untuk janggka waktu yang lama. karena itu, akhirnya ventrikel kana tidak dapat berfungsi lagi sebagai pompa. Gagal ventrikel kanan dipantulan ke belakang ke sirkulasi sistemik, menimbulkan kongesti pada vena sistemik dan edema perifer. Gagal jantung kanan dapat disertai oleh regurgitasi fungsional katup trikuspid akibat pembesaran ventrikel kanan.

Sesudah beberapa tahun, isi stenosis mitralis akan memperkecil lubang katup. gejala-gejala secara khas belum muncul sebelum lubang katup ini mengecil sampai sekitar 50%, yaitu dari ukuran normal. pada keadaan dimana lubang katup sudah menyempit seperti ini, maka tekanan atrium kiri akan naik untuk mempertahankan pengisian ventrikel dan curah jantung; akibatnya, tekanan vena pulmonalis akan meningkat, menimbulkan dispnea. Pada tahap awal biasanya dapat didengar bising jantung diastolik yang merupakan petunjuk adanya katup abnormal melalui lubang katup yang menyempit. (Lurraine M.Wilson, Sylvia A. Price. 1995).

Tingkatan stenosis

1. Sedang: bila luas pembukaan katup 1,5 – 2 cm. Sudah menimbulkan perubahan hemodinamik. Aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri dengan tekanan abnormal

2. Berat: Bila luas pembukaan katup <= 1 cm. Darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri dengan tekanan yang tinggi, terjadi peningkatan tekanan vena pulmonal tekanan onkotik terganggu terjadilah edema paru. Akibat lain: Darah yang dialirkan dari atrium ke ventrikel berkurang, deficit aliran darah ke aorta ----- gangguan hemodinamik

D. Manifestasi Klinis Mitral Stenosis

Sebagian besar pasien menyangkal riwayat demam reumatik sebelumnya. keluhan berkaitan dengan tingkat aktivitas fisik dan tidak hanya ditentukan oleh luasnya lubang mitral, misalnya wanita hamil. Keluhan dapat berupa takikardi, dispne, takipnea, atau ortopnea, dan denyut jantung tidak teratur. tak jarang terjadi gagal jantung dan batuk darah.

Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik sehingga tekanan arteri pulmonalis belum tinggi sekali, keluhan lebih mengarah pada akibat bendungan atrium kiri, vena pulmonal, dan intertisial paru. Jika ventrikel kanan sudah tak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri pulmonalis, keluhan beralih ke arah bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising mid diastolik yang bersifat kasar, bising menggerendang (rumble), aksentuasi presistolik, dan mengerasnya bunyi jantung satu. Jika terdengar bunyi tambahan opening sanp berarti katup terbuka masih relatif lemas (pliable) sehingga waktu terbuka mendadak saat diastolik menimbulkan bunyi menyentak (seperti tali putus). Jarak bunyi jantung kedua dengan opening snap memberikan gambaran beratnya stenosis. Makin pendek jarak ini berarti makin berat derajat penyempitan.

Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat mengeras disertai bising sistolik karena adanya hipertensi pulmonal. Jika sudah terjadi insufisiensi pulmonal, dapat terdengar bising diastolik katup pulmonal. Penyakit penyerta bisa terjadi pada katup-katup lain, misalnya stenosis trikuspid atau insufisiensi trikuspid. Bila perlu, untuk konfirmasi hasil auskultasi dapat dilakukan pemeriksaan fonokardiografi yang dapat merekam bising tambahan yang sesuai. Pada fase lanjutan, ketika sudah terjadi bendungan intersitial dan alveolar paru, akan terdengar ronki basah atau mengi pada fase ekspirasi. jika hal ini berlanjut terus dan meyebabkan gagal jantung kanan, keluhan dan tanda-tanda edema paru akan berkurang atau menghilang dan sebaliknya tanda-tanda berndungan sistemik akan menonjol (peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, sites, dan edema tungkai). Pada fase ini biasanya tanda-tanda gagal hati akanmencolok, seperti ikterus, menurunnya protein plasma, hiperpigmentasi kulit (fasies mitral). (Arief Mansjoer, dkk. 2000).

Gejala klinik :

1. Sesak saat aktivitas

2. Cepat lelah

3. Lemah

4. Palpitasi, keringat dingin

5. Batuk, pada kongesti vena ada orthopnea, hemoptisis, PND

6. Disfagia, tidak napsu makan

7. Kadang-kadang chest pain

8. Edema perifer (mulai terjadi gagal jantung kanan)

9. Cianosis

10. BJ Jantung 1 keras, murmur sistolik

11. kekuatan nadi melemah, takikardi

12. Gangguan pada EKG

E. Komplikasi

Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral, dengan patofisiologi yang komplek. Pada awalnya kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastole, regurgitasi trikiuspid dan pulmonal sekunder, dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.

Dapat pula terjadi perubahan pada vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohumoral seperti endotelin atau perubahan anatomik yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan tunika intima.

Komplikasi lain dapat berupa tromboemboli, endokarditis infektif, fibrilasi atrial atau simptom karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagi dan suara serak.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. EKG :

Memperlihatkan gambaran P mitral berupa takik (notching ) gelombang P dengan gambaran QRS yang masih normal dan Right Axis Deviation. Pada stenosis mitral reumatik, sering dijumpai adanya fibrilasi atau flutter atrium.

2. Foto Thorax :

a. Dapat menunjukkan pembesaran atrium

b. Pelebaran arteri pulmonal

c. Aorta yang relatif kecil

d. Pembesaran ventrikel kanan

e. Perkapuran di daerah katup mitral atau perkardium

f. Pada paru-paru terlihat tanda-tanda bendungan vena

g. Edem Interstitial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium kiri < 20 mmHg dan 70% pada tekanan atrium >20 mmHg

3. Ekokardiografi :

Pemeriksaan ekokardiografi M-mode dan 2D-Doppler sangat penting dalam penegakan diagnosis. Dapat digunakan untuk :

a. Menentukan derajat stenosis

b. Dimensi ruang untuk jantung

c. Ada tidaknya kelainan penyerta

d. Ada tidaknya trombus pada atrium kiri

4. Kateterisasi jantung :

Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenispenyumbatannya. Walaupun demikian pada keadaan tertentu masih dikerjakan setelah suatu prosedur ekokardiografi yang lengkap. Saat ini kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan intervensi non bedah yaitu valvulotomi dengan balon

5. Laboratorium :

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas, ditujukan untuk penentuan adanya reaktivasi reuma.

G. Collaborative Care Management

1. Diagnosa

Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar murmur jantung yang khas ketika darah mengalir/menyembur melalui katup yang menyempit dari atrium kiri. Tidak seperti katup normal yang membuka tanpa suara, pada kelainan ini katup sering menimbulkan bunyi gemertak ketika membuka untuk mengalirkan darah ke dalam ventrikel kiri.

Diagnosis biasanya diperkuat dengan pemeriksaan:

a. Elektrokardiogram

Pemeriksaan Elektrokardiogram pada stenosis mitral mempunyai beberapa aspek :

a) Membantu menegakkan diagnosis stenosis mitral.

b) Adanya perubahan pada EKG tidak merupakan suatu indicator akan beratnya perubahan hemodinamik

c) Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya stenosis mitral.

b. Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium)

Hal-hal yang terlihat pada pemeriksaan radiologis adalah :

a) Left atrial appendage dan atrium kiri membesar.

b) Vena pulmonal menonjol, terutama terlihat pada bising jantung

c) Lapangan baru memperlihatkan tanda-tanda bendungan, kadang-kadang terlihat garis pada septum interstitial pada daerah kostofrenikus.

c. Ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang ultrasonik).

Stenosis mitral umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman ekokardiografi M mode, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menduga derajat stenosis mitral. Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenis penyumbatannya. (www.Medicastore.com)

2. Medication

Obat-obat seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium. Jika terjadi gagal jantung, digoxin juga akan memperkuat denyut jantung. Diuretik dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara mengurangi volume sirkulasi darah.

3. Surgery

Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup. Pada prosedurvalvuloplasti balon, lubang katup diregangkan. Kateter yang pada ujungnya terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke jantung. Ketika berada di dalam katup, balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang menyatu. Pemisahan daun katup yang menyatu juga bisa dilakukan melalui pembedahan

H. Pengobatan

Prinsip dasar penatalaksanaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit, tetapi indikasi ini hanya untuk pasien kelas fungsional III (NYHA) ke atas. Pengobatan farmakologis hanya diberikan bila ada tanda-tanda gagal jantung, aritmia ataupun reaktifasi reuma

Obat-obat seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium.
Jika terjadi gagal jantung, digoxin juga akan memperkuat denyut jantung.

Pada keadaan fibrilasi atrium pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.

Diuretik dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara mengurangi volume sirkulasi darah dan untuk mengurangi kongesti.

Antikoagulan Warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.

Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup.

Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup :

1. Closed Mitral Commisurotomy.

2. Open Mitral Valvotomy.

3. Mitral Valve Replacement.

Pada prosedur valvuloplasti balon, lubang katup diregangkan. Kateter yang pada ujungnya terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke jantung. Ketika berada di dalam katup, balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang menyatu. Pemisahan daun katup yang menyatu juga bisa dilakukan melalui pembedahan. Jika kerusakan katupnya terlalu parah, bisa diganti dengan katup mekanik atau katup yang sebagian dibuat dari katup babi. Sebelum menjalani berbagai tindakan pembedahan, kepada penderita diberikan antibiotik pencegahan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi katup jantung.

I. Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian

Data Subyektif

a. Riwayat penyakit sekarang

1) Dyspnea atau orthopnea

2) Kelemahan fisik (lelah)

2. Riwayat medis

Adakah riwayat penyakit demam rematik/infeksi saluran pernafasan atas.

Data Obyektif

1.Gangguan mental : lemas, gelisah, tidak berdaya, lemah dan capek.

2.Gangguan perfusi perifer : Kulit pucat, lembab, sianosis, diaporesis.

3. Gangguan hemodenamik : tachycardia, bising mediastolik yang kasar, dan bunyi jantung satu yang mengeras, terdengar bunyi opening snap, mur-mur/S3, bunyi jantung dua dapat mengeras disertai bising sistole karena adanya hipertensi pulmunal, bunyi bising sistole dini dari katup pulmunal dapat terdengar jika sudah terjadi insufisiensi pulmunal, CVP, PAP, PCWP dapat meningkat, gambaran EKG dapat terlihat P mitral, fibrilasi artrial dan takikardia ventrikal.

4. Gangguan fungsi pulmunary : hyperpnea, orthopnea, crackles pada basal.

J. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik

2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.

3. Intoleransi aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.

4. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).

5. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli)

K. Rencana Keperawatan

a. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah jantung dapat diminimalkan.

Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.

intervensi:

1) Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.

R/ : Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.

2) Catat bunyi jantung.

R/ : Mengetahui adanya perubahan irama jantung.

3) Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.

R/ : Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.

4) Pantau intake dan output setiap 24 jam.

R/ : Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan dan natrium.

5) Batasi aktifitas secara adekuat.

R/ : Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.

6) Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.

R/ : Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.

b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.

Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak ada oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.

intervensi :

1) Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung, letargi, pinsan)

R/ : Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.

2) Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.

R/ : Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.

3) Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.

R/ : Indikator adanya trombosis vena dalam.

4) Dorong latihan kaki aktif/pasif.

R/ : Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboplebitis.

5) Pantau pernafasan.

R/ : Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.

6) Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.

R/ : Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI, contoh kehilangan peristaltik.

7) Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.

R/ : Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ.

c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat beraktifitas sesuai batas toleransi yang dapat diukur.

Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.

intervensi :

1) Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.

R/ : Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat penagruh kelebihan kerja jnatung.

2) Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas.

R/ : Menghindari terjadinya takikardi dan pemendekan fase distole.

3) Batasi pengunjung atau kunjungan oleh pasien.

R/ : Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien, naum periode kunjungan yang tenang bersifat terapeutik.

4) Kaji kesiapan untuk meningaktkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.

R/ : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.

5) Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.

R/ : Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.

6) Berikan bantuan sesuai kebutuhan (makan, mandi, berpakaian, eleminasi).

R/ : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

7) Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mnegejan saat defekasi.

R/ : Aktifitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk (manuver valsava) dapat mengakibatkan bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia dengan peningaktan TD.

8) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.

R/ : Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan.

d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume cairan tidak terjadi.

Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.

Intervensi :

1) Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.

R/ : Mengindikaiskan edema paru skunder akibat dekompensasi jantung.

2) Catat adanya DVJ, adanya edema dependen.

R/ : Dicurigai adanya gagal jantung kongestif.kelebihan volume cairan.

3) Ukur masukan/keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi.Hitung keseimbnagan cairan.

R/ : Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi cairan/Na, dan penurunan keluaran urine. Keseimbangan cairan positif berulang pada adanya gejala lain menunjukkan klebihan volume/gagal jantung.

4) Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.

R/ : Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.

5) Berikan diet rendah natrium/garam.

R/ : Na meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi

6) Delegatif pemberian diuretik.

R/ : Mungkin perlu untuk memperbaiki kelebihan cairan.

e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas adekuat.

Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat diterima, akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.
intervensi:

1) Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengi.

R/ : Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.

2) Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam

R/ : Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

3) Dorong perubahan posisi sering.

R/ : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

4) Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal.

R/ : Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.

5) Pantau GDA (kolaborasi tim medis), nadi oksimetri.

R/ : Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.

6) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

R/ : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.

7) Delegatif pemberian diuretik.

R/ : Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.


BAB III

HASIL OBSERVASI

A. Hasil observasi

1. Initial Pasien : Ny.S

2. Usia : 44 Tahun

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. BB : 43 kg TB : 160 cm

5. Diagnosa Medis :

MS Severe TR severe

Ny.S operasi karena katup mitral sehingga katup mitralnya dilakukan tindakan MVR 29 mekanik.

6. Type : Invasif

7. Indikasi Pemantauan Untuk Pasien ini :

· Syok

· Infark Miokard Akut yang disertai gagal jantung kanan/kiri, hipotensi/hipertensi

· Edema Paru

· Pasca operasi jantung

· Temponade jantung

· Gagal nafas akut

· Sarana untuk: memberikan cairan/resusitasi cairan, mengetahui reaksi pemberian obat

8. Target Pemantauan : Intravascular pressure

9. Jenis Invasif yang Digunakan :

Intra Arterial Pressure, Central Venous Pressure, Pulmonary Artery Pressure

10. Parameter Pengukuran :

· CPV (central venous pressure)

· PCWP (pulmonary catheter wedge pressure)

· RVEDVI (right ventricle end diastolic volume index)

· LVSVI (Left Ventricle stroke volume index)

· LVP (Left ventricle pressure)

· SvO2 (mixed vein oxygen saturation)

11. Pemantauan Hemodinamik Pasien :

· EKG : 100

· SpO2 : 97%

· Art : 102/93

· PA2 : 26

· CVP : 14

· NBP : 139/73

12. Obat yang Digunakan Pasien :

· Heparin

· Ventavis

· D i g o x i n

· Ranitidine

13. Pemantauan Urin Output Pasien :

Jumlah 1jam/kumulatif 45/45, 40/85, 100/185

14. Jenis kateter yang digunakan : kateter swan ganz

15. Masalah yang sering ditemukan :

· Darah balik ke tubing

· Tidak ada gambar gelombang

· Gambar tekanan damped/damping

· Pembacaan tidak akurat

· Lines tidak dapat di flush

16. Komplikasi yang Dialami Pasien :

Komplikasi yang dialami pasien ini setelah operasi yaitu terjadinya perdarahan, penurunan cardiac output, ada bekuan darah pada selang kateter

17. Temuan-Temuan Pasca Operasi

Pada 7 Juli 2011 :

· fisioterapi dan mobilisasi perlu ditingkatkan

18. Tindakan Medis Pasca Operasi Pasien :

· MVR dengan mekanik F 33 TVR

19. Tindakan Keperawatan Pasca Operasi Pasien :

· Observasi perdarahan

· Observasi hemodinamik

· Observasi kesadaran dan motorik pasien

· Observasi urin output

· Observasi balance cairan

B. Pembahasan

Setelah dilakukan observasi pada Ny.S (44 thn), maka pada bab ini akan membandingkan antar teori gagal nafas dan kasus di ruang ICU RS.harapan kita.

Berdasarkan teori didapatkan gejala klinik : Sesak saat aktivitas, Cepat lelah, Lemah, Palpitasi, keringat dingin, Batuk, pada kongesti vena ada orthopnea, hemoptisis, PND, Disfagia, tidak napsu makan, Kadang-kadang chest pain, Edema perifer (mulai terjadi gagal jantung kanan), Cianosis, BJ Jantung 1 keras, murmur sistolik, kekuatan nadi melemah, takikardi, Gangguan pada EKG.

Pada hasil observasi yamg dilakukan pada Ny.S terdapat gejala klinik yaitu Kadang-kadang chest pain, Lemah dan terdapat murmur sistolik. Hal ini dapat dianalisis dari gejala klinik kadang-kadang chest pain yaitu nyeri dada dirasakan nyeri yang nyata atau terasa ringan di dinding dada dan nyeri mungkin terasa menekan atau lemah. Pasien juga mengeluh nyeri di lengan dan rahang kiri. Pasien seringkali tidak mendapatkan nyeri dada dengan indigestion.

Pada hasil observasi yamg dilakukan pada Ny.S terdapat gejala klinik yaitu Lemah. Hal ini dapat dianalisis dari gejala klinik merasa lemah yaitu Pasien dengan MS secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek. Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran atrium kiri dapat terlihat. Kondisi ini membuat tekanan vena pulmonal meningkat sehingga menyebabkan diversi darah, pada foto toraks terlihat pelebaran relatif pembuluh darah bagian atas paru dibanding pembuluh darah bawah paru. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah.

Pada hasil observasi yamg dilakukan pada Ny.S terdapat gejala klinik yaitu murmur. Hal ini dapat dianalisis dari gejala klinik terdapat murmur yaitu Suara murmur yang dihasilkan MS sangat khas pada fase diastolik yang menyerupai suara burung camar di laut sehingga sering disebut seagull murmur. murmur adalah suara yang tidak normal yang berasal dari jantung (bising) oleh karena turbulensi darah yang mengenai katup yang mengalami kelainan. Biasanya dapat ditemukan pada kelainan bawaan jantung, tapi dapat juga ditemukan pada penyakit jantung lain. Pada stenosis katup mitral, darah mengalir susah payah melalui katup mitral yang mengalami stenosis dari atrium kiri ke ventrikel kiri, dank arena tekanan dalam atrium kiri jarang meningkat diatas 30 mmHg kecuali untuk jangka waktu pendek, selisih dari tekanan yang besar yang mendorong darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri tidak pernah terjadi. Akibatnya bunyi abnormal yang terdengar pada stenosis katup mitral biasanya lemah dan dengan frekuensi sangat rendah sehingga sebagian besar spectrum suara berada di bawah frekuensi terendah dari pendengaran manusia. Selama bagian awal diastol, ventrikel mengandung sedikit sekali darah dan dindingnya demikian lunak sehingga darah tidak memantul bolak balik diantara dinding-dinding ventrikel. Karena alas an ini, bahkan pada stenosis katup mitral yang hebat sekalipun, sama sekali tidak terdengar murmur selama sepertiga awal diastole. Kemudian, setelah sepertiga awal diastole berlalu ventrikel sudah cukup teregang sehingga darah dipantulkan bolak-balik, dan seringkali mulai terjadi murmur yang bergemuruh rendah. Pada stenosis ringan, murmur hanya berlangsung selama separuh pertama pada bagian kedua dari ketiga bagian diastole, tetapi pada stenosis berat, murmur bisa lebih awal dan menetap selama sisa diastole.

Klien mendapatkan terapi obat :

a. Heparin

indikasi : Profilaksis dan terapi pada disorder tromboembolik. kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap heparin atau komponen lain dalam sediaan. Semua gangguan perdarahan atau risiko perdarahan : gangguan koagulasi, hemofilia, trombositopenia, penyakit hati berat, ulkus peptikum, perdarahan intrakranial, aneurisma serebral, karsinoma visceral, abortus, retinopati perdarahan hemoroid, tuberculosis aktif, endokarditis

b. Ventavis

indikasi : Pengobatan hipertensi arterial paru-paru. perhatian : Tanda vital harus di monitor selama penggunaan ventavis. Pada pasien yang memiliki tekanan darah rendah, harus dimonitor agar tidak terjadi hipotensi. Ventavis jangan diberikan pada pasien dengan tekanan sistolik 85mmHg.

c. D i g o x i n

Indikasi : Untuk payah jantung kongestif, fibrilasi atrium, takikardia atrium proksimal dan flutter atrium. Kontra indikasi : Blok AV tingkat 2 dan blok Av total, Aritmia supra ventrikular yang disebabkan sindroma Wolff - Parkinson – White, Fibrilasi ventrikel, Hipersensitif terhadap digoksin dan penderita dengan riwayat intoleransi terhadap preparat digitalis.

d. Ranitidine

Indikasi : Tukak lambung dan usus 12 jari dan Hipersekresi patologik sehubungan dengan sindrom Zollinger-Ellison". Kontra Indikasi : Penderita gangguan fungsi ginjal dan wanita hamil dan menyusui

Klien terdapat dipasang alat invasive :

a. WSD

untuk mengeluarkan udara, cairan ( darah, pus ) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. Tujuan pemasangan WSD yaitu Memungkinkan cairan (darah, pus, efusi pleura) keluar dari rongga pleura, Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura, Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat menyebabkan pneumotoraks dan Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.

b. CVP

Tekanan vena sentral merefleksikan tekanan darah di atrium kanan atau vena kava (Carolyn, M. Hudak, et.al, 1998). Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar thorak yang menggambarkan aliran darah ke jantung (Oblouk, Gloria Darovic, 2002). Kegunaan CVP Line yaitu Mengetahui fungsi jantung , Mengetahui fungsi ventrikel kanan , Menentukan fungsi ventrikel kiri , Menentukan dan mengukur status volume intravascular, Memberikan cairan, obat obatan, nutrisi parenteral, dan Kateter CVP dapat digunakan sebagai rute emergensi insersi pacemaker sementara.

c. kateter arteri pulmonalis “Swan Ganz”

Suatu pengukuran terhadap sistem kardiovaskuler dengan cara invasif yaitu memasukan kateter ke dalam pembuluh arteri pulmonal melalui pembuluh darah vena besar . Tujuan dari pemasangan kateter arteri pulmonalis “Swan Ganz” yaitu Menilai tekanan ventrikel kiri pada akhir diastolik secara langsung/LVEDP, Untuk evaluasi respon hemodinamik terhadap terapi cairan, pengobatan dan tindakan lainnya, Mendapatkan tekanan sentral vaskuler yang akurat yang dihasilkan dari curah jantung yang rendah, Mendapatkan sampel darah vena campuran dan pacu atrium kanan atau ventrikel kanan dan Untuk mengukur Curah jantung / C0.

Indikasi:
1) Mengkaji fungsi kardiovaskuler dan respon terhadap pengobatan pada pasien dengan :

a) Infark miokard yang bermasalah/komplikasi

b) Syock kardiogenik

c) Gagal jantung kongesti yang berat

d) Disfungsi ventrikel kanan akut

e) Tamponade jantung

f) Pemantauan perioperatif pada pembedahan jantung

2) Syock

3) Mengkaji keadaan pulmonal dan respon terhadap pengobatan pada pasien dengan:

a) Oedema paru

b) Gagal napas akut

c) Hipertensi pulmonal




BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan

Stenosis katup mitral merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan angguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastol. Dibagi atas : Reumatik (> 90% ) dan non reumatik. Sebagian terjadi pada usia < 20 tahun yang disebut ” Juvenile Mitral Stenosis ”. Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral, dengan patofisiologi yang komplek. Pada awalnya kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume aakhir diastole, regurgitasi trikiuspid dan pulmonal sekunder, dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.

B. Saran

1. Diharapkan mahasiswa dapat memahami teori tentang mitral stenosis dan tindakan pemantauan intensive yang harus dilakukan pada klien dengan mitral stenosis.

2. Saran untuk institusi : dalam mata ajar keperawatan intensive, institusi harus lebih meningkatkan frekuensi waktu kunjungan di rumah sakit agar mahasiswi dapat menerapkan aplikasi ilmunya dan dapat memperoleh pengalaman dalam mata ajar keperawatan intensive.

DAFTAR PUSTAKA

Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Peneribit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta

http://ferdiansy-darkinside.blogspot.com/2011/03/perawatan-monitoring-cvp-dan-swans-ganz.html

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=633

http://askeprahimul.blogspot.com/2009/03/stenosis-mitral.html

http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/mitral-stenosis/

http://indahnyatablog.blogspot.com/2010/02/askep-stenosis-mitral.html

http://dr-zapra.blogspot.com/2007/12/murmur-jantung-yang-disebabkan-oleh.html

http://dokter-umum.blogspot.com/2007/12/murmur.html

http://nursingforuniverse.blogspot.com/2010/05/wsd-water-seal-drainage.html

http://www.dechacare.com/Ranitidine-Tablet-150-mg-P527.html

http://www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id=30030

http://apotik.medicastore.com/index.php?mod=obat&id=9900&name=VENTAVIS+INHALATION+SOLUTION+2+ML

http://medicatherapy.com/index.php/content/read/28/info-obat/heparin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar