Sabtu, 22 Januari 2011

KASUS KEPERAWATAN JIWA

KASUS ARIE HANGGARA

Tahun 1984 ketika seorang anak lelaki delapan tahun di Depok ditemukan meninggal akibat kekerasan orang tuanya, yaitu ayah kandung dan ibu tirinya. Pasca perceraian ayah dan ibunya, Arie ikut dengan ayahnya yang kemudian menikah kembali. Ayah Arie bekerja serabutan, sehingga penghasilannya tidak menentu. Dia kelihatan lebih sering di rumah menghabiskan hari-harinya untuk bersantai, sambil minta dilayani oleh istrinya, ibu tiri Arie. Karena itu ibu rumah tangga ini terpaksa membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan mereka. Akibatnya Arie tumbuh tanpa pengawasan dan pembangkang. Tugas Arie di hari kedua sebelum kematian adalah membersihkan kamar mandi. Tapi Arie malas-malasan. Namanya saja anak kecil,dia mainlah kerjanya di kamar mandi. Main percik-percik air. marahnya ini pendekar penganggur. Arie dipanggil. Bergeraklah tangan si Tino penganggur ini ke pantat arie. Dihukumlah anak ini berdiri jongok. Disuruh ngitung 300-an kali.

Kakak dan adiknya melihat Arie yang terhuyung-huyung mengantuk sambil memeluk lutut di lantai menjalani hukuman yang mestinya tak boleh ditanggungnya. Ia tak boleh makan, adik dan kakaknyalah yang diam-diam memberinya biskuit. Tatkala mereka menawarkan diri memberi Arie minum, Arie menolak. Dan malapetaka itu pun terjadi.

Pada 7 November 1984, si Tino pengangguran ini ketemu teman-temannya penjudi dan pemabuk. Maklum frustrasi mendaftar kerja, nggak dapet-dapet, mendaratlah dia di sini. Apa boleh buat. Frustrasi betul ia. Nggak ada kerjaan, istri sering ngomel karena jobless-nya ini, dan Arie tetap saja tak mau tunduk aturan.

Santi pada malam malapetaka dan besoknya Arie dan Tino akan berangkat ke Jatim itu masih manis menasihati Arie untuk minta maaf saja sama si Tino penganggur dan sekarang pemabuk itu. Tapi Arie tak melakukannya, malah dibilangnya sama ibu tirinya itu, dia lebih baik dihukum terus saja. Maka menyambarlah tangan si Santi yang mendorong Arie ke dinding. “Arie, besok kita akan berangkat. Sekali ini Papa minta agar Arie jadi anak yang baik. Nah, malam ini Papa ingin melihat Arie minta maaf sama Papa dan Mama,” pinta Tino sepulang dari mabok di malam jahanam itu.

Namun apa jawabnya? “Pukul Arie sajalah, Pa. Arie kan nakal,” katanya sambil garuk-garuk kepala. Tino berdiri dan menggampar pantat kecil anak malang ini. “Yang benar, Arie!” raungnya sementara Santi duduk sambil menjahit di ruang makan… Mata Arie yang lebam kebiruan memandang sendu bapaknya. Tak tahan memandang mata anak itu, diambilnya tongkat sapu. Diganyangnya pantat itu dengan pukulan bertalu-talu. Menjeritlah Santi melihat ulah si Tino. Anak ini menatap bapaknya dengan sangat tajam, tapi raut wajah dingin yang mengerikan. Lalu dengan kesal dan kalap satu tamparan keras menghantam pipi kiri Arie dan terjungkalah ia ke lantai. Belum mati. Lalu si Tino memberinya air minum. Arie tetap di dekat tembok menjalani hukuman. Mereka sempat pelukan dan suara Tino sudah mengendur. Mungkin capek menghadapi sikap Arie yang dingin, patuh, tapi kepatuhan yang melawan. Dan Arie minta minum lagi. Tapi Tino mengancam, setelah dia diberi minum, tidak boleh lagi minum tanpa seizinnya. Arie pun dengan datar berjanji untuk tak minum lagi.

Mungkin karena jiwa anak ini sudah mau bunuh diri di tangan ayahnya sendiri, dia melanggar. Dia mengambil air minum, tapi gesekan gelasnya di dengar oleh Tino. Tino bangun dan lupa bahwa mereka besok mau ke pesantren. Dia kalap. Arie, anak malang ini, harus menjadi santapan kemarahan jam dua dini hari itu. Tak ada teriakan. Tak ada rintihan. Tak ada apapun keluar dari mulut anak yang sudah mencium bau kematian sejak 6 November ini yang bahkan satu jam sebelum kematiannya dia sudah berpesan kepada dua saudaranya bahwa ia akan pergi dengan sangat jauh. Arie terjatuh di lantai. Paniknya Tino dan Santi subuh itu melihat anak itu dan membawanya ke RS dalam kondisi yang sebetulnya sudah tak bernyawa.

Ada raut sesal berkecamuk di hati Tino. Matanya bersimbah airmata melihat Arie terbujur kaku di atas ranjang roda berkain putih yang ditarik perawat putih-putih menuju dunia putihnya. Lalu koran-koran ibukota terbit sore pun menulis dengan besar di halaman depan kematian tragis bocah malang Arie Hanggara. Arie adalah korban dari perceraian orang tuanya.

Jika ditilik, kasus ini merupakan kasus KDRT yang dimeja-hijaukan untuk pertama kalinya. Di sini sebetulnya ada dua korban, bukan semata-mata hanya Arie. Ibu tirinya juga korban dari kesewenang-wenangan suaminya yang kurang bertanggung jawab, sehingga dapat dikategorikan telah melakukan tindak kekerasan ekonomi kepadanya. Pengangguran, kemiskinan dan rendahnya pendidikan adalah pangkal awal dari kekerasan ekonomi. Seseorang yang menganggur dan miskin tapi mempunyai cukup bekal pendidikan, tentu masih bisa menghasilkan uang untuk menghidupi keluarganya sepanjang ada kemauan. Dia bisa menawarkan jasa apa saja untuk menafkahi keluarganya, sesuai amanat UU Perkawinan 1/1974 pada kaum lelaki. Tetapi jika kurang berpendidikan, akan sulit baginya memperoleh pekerjaan atau menciptakan lapangan kerja karena ketiadaan modal. Sebab tak ada sebuah lembagapun yang mau meminjaminya modal dengan gratis. Dari uraian itu, kita bisa juga melihat bahwa ayah Arie sendiri, terlepas dari sifat buruknya, dapat dikatakan sebagai korban kekerasan. Perempuan mana yang senang melihat suaminya penganggur yang tak punya inisiatif? Padahal di belakangnya ada anak-anak mereka yang harus dihidupi termasuk anak bawaan suaminya sendiri. Akibatnya istri akan sering mengomel tidak saja hanya kepada anak-anaknya terutama si anak tiri, tetapi sudah barang tentu kepada suaminya sendiri. Dapat dipastikan sumpah serapah akan mengalir lancar dari mulutnya, sama lancarnya dengan keringat yang mengucur deras akibat kesibukannya membanting tulang setiap hari.

Dapat dibayangkan, menghadapi caci-maki istrinya, sang suami akan naik darah. Rasa tersinggungnya meledak karena dia merasa frustrasi/marah menghadapi dua kondisi, di dalam dan di luar rumah tangganya. Di dalam dia jengkel dan malu kepada sang istri, sedang di luar dia benci akan kondisi sulitnya mendapatkan pekerjaan. Hal inilah yang dapat dikatakan sebagai kekerasan terhadap lelaki.

Pada anak-anak, tidak akan mungkin ada laporan ke kepolisian, kecuali atas inisiatif orang-orang dewasa di dekatnya yang menaruh iba. Tapi sesungguhnya si ibu yang seharusnya bisa melaporkan kekerasan yang menimpanya, juga tidak akan berani melapor. Ada alasan tertentu yang menyebabkan istri takut melapor ke polisi. Padahal hukuman badan sangat diperlukan untuk membuat seseorang pelaku kekerasan menjadi jera.

Sidang perceraian tidak pernah memakai hukum pidana yang tertera di KUHP karena pola masyarakat patriarkhi beranggapan bahwa masalah rumah tangga adalah masalah domestik yang tidak memerlukan campur tangan publik. Cukup diselesaikan di dalam rumah oleh keluarga masing-masing. Atau jika memilih berpisahan, diselesaikan di Pengadilan Agama dengan Hukum Islam. Oleh karena itu kemudian dibuatkan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) no. 23/2004 yang merupakan implementasi dari konvensi penghapusan kekerasan terhadap perempuan yang diserukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan telah diratifikasi pemerintah RI pada tahun 1984.

A. Faktor Penyebab kekerasan pada anak

Faktor presipitasi :

a) Stress keluarga

kemiskinan pengangguran mobilitas, isolasi, perumahan tidak memadai, anak yang tidak diharapkan dan lain sebagainya.

b) Stress berasal dari anak

kondisi anak yang berbeda, atau anak adalah anak angkat

Faktor predisposisi :

a) Pecandu alkohol atau narkoba

Para pecandu alkohol dan narkoba seringkali tidak dapat mengontrol emosi dengan baik, sehingga kecenderungan melakukan penyiksaan lebih besar.

b) Norma sosial, yaitu tidak ada kontrol sosial pada tindakan kekerasan pada anak-anak, maksudnya ketika muncul kekerasan pada anak tidak ada orang di lingkungannya yang memperhatikan dan mempersoalkannya. Rakhmat (2003)

c) Nilai-nilai sosial, yaitu hubungan anak dengan orang dewasa berlaku seperti hirarkhi sosial di masyarakat. Dalam hirarkhi sosial seperti itu anak-anak berada dalam anak tangga terbawah. Mereka tidak punya hak apa pun, sedangkan orang dewasa dapat berlaku apa pun kepada anak-anak;

Pengertian kekerasan pada anak

Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Jika kekerasan terhadap anak didalam rumah tangga dilakukan oleh orang tua, maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah tangga (www.ocn.ne.jp) adalah memberikan penderitaan baik secara fisik maupun mental di luar batas-batas tertentu terhadap orang lain yang berada di dalam satu rumah; seperti terhadap pasangan hidup, anak, atau orang tua dan tindak kekerasan tersebut dilakukan di dalam rumah. Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sudah barang tentu dalam proses belajar ini, anak cenderung melakukan kesalahan. Bertolak dari kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, patut atau tidak patut. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak yang salah ini dengan kekerasan. Bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. bagi orangtua tindakan yang dilakukan anak itu melanggar sehingga perlu dikontrol dan dihukum.

B. dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak (child abuse) , antara lain :

1) Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia;

2) Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri. Menurut Nadia (1991), kekerasan psikologis sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri

Anak-anak korban kekerasan

umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA (dalam Nataliani, 2004) mencatat, seorang anak yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan, memiliki keinginan untuk membunuh ibunya.

Menurut Sitohang (2004), bentuk-bentuk kekerasan pada anak meliputi;

1) Penganiayaan fisik, Non Accidental “injury” mulai dari ringan “bruiser laserasi” sampai pada trauma neurologic yang berat dan kematian. Cedera fisik akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun;

2) Penelantaran anak/kelalaian, yaitu kegiatan atau behavior yang langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan perkembangan psikologisnya;

3) Penganiayaan emosional yaitu ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain;

4) Penganiayaan seksual, mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan pada seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan seksual yang nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti : aktivitas seksual (oral genital, genital, anal atau sodomi) termasuk incest.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran anak.

C. Peran perawat :

1. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik korban. Disini perawat dapat berperan dengan fokus meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi ekspresi perasaan korban, dan meningkatkan lingkungan sosial yang memungkinkan. Perawat berperan penting dalam upaya membantu korban kekerasan diantaranya melalui upaya pencegahan primer terdiri dari konseling keluarga, modifikasi lingkungan sosial budaya dan pembinaan spiritual, upaya pencegahan sekunder dengan penerapan asuhan keperawatan sesuai permasalahan yang dihadapi klien, dan pencegahan tertier melalui pelatihan atau pendidikan, pembentukan dan proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.

2. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.

3. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan korban kekerasan.

4. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak kekerasan dalam rumah tangga sebagai bekal perawat untuk mendampingi korban.

5. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak kekerasan dalam rumah tangga sebagai bekal perawat untuk mendampingi korba


INHALASI PADA ANAK

TERAPI HIRUPAN / INHALASI PADA ANAK


Asma adalah kondisi yang disebabkan oleh penyempitan saluran pernapasan kecil (bronchi) di paru-paru yang terjadi karena dinding saluran mengalami pembengkakan dan peradangan. Udara menjadi lebih sulit untuk lewat dan hal ini menyebabkan terjadinya mengi (wheezing), batuk, serta masalah lain dalam pernapasan. Mengi akan dialami 1 dari 4 anak selama masa kanak-kanaknya. Dengan penanganan yang tepat, hampir semua anak dengan asma dapat ikut serta dalam aktivitas olah raga dan menjalani hidup yang aktif.

Asma merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya inflamasi/ peradangan kronis pada saluran pernafasan dengan ciri-ciri seperti serangan akut secara berkala, sesak nafas, mudah tersengal-sengal, disertai batuk dan hipersekresi dahak, serta ‘mengi’ pada pasien asma yang sudah parah. Jumlah penderita asma dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi, sehingga diperlukan pengobatan yang tepat dan benar agar tidak sampai menyebabkan kematian.

Asma dapat terjadi karena meningkatnya kepekaan otot polos di sekitar saluran nafas seseorang dibandingkan saluran nafas normal terhadap stimuli tidak spesifik yang dihirup dari udara, yang pada orang sehat tidak memberikan reaksi pada saluran pernafasan seperti perubahan suhu, dingin, polusi udara (asap rokok), dll. Selain itu dapat pula terjadi karena reaksi alergi, atau karena infeksi saluran pernafasan yang dapat menyebabkan radang/ inflamasi sehingga saluran nafas pada pasien asma lebih menyempit lagi

Beberapa gejala asma yang paling umum adalah: Batuk. Batuk umumnya terjadi di malam hari, dini hari, saat cuaca dingin, dan saat beraktivitas fisik. Napas yang terdengar seperti bunyi peluit juga kesulitan bernapas. Gejala asma akan berlangsung selama 2-3 hari, atau bahkan lebih. Setelah serangan asma membaik, anak akan membutuhkan pereda serangan (reliever) 3-4 kali per hari hingga batuk dan mengi menghilang.

Sasaran terapi pada pasien asma dengan menggunakan kortikosteroid inhalasi yaitu peradangan saluran nafas dan gejala asma. Terapi asma disini bertujuan untuk menghambat atau mengurangi peradangan saluran pernafasan serta mencegah dan atau mengontrol gejala asma, sehingga gejala asma berkurang/ hilang dan pasien tetap dapat bernafas dengan baik.

1. Terapi Inhalasi

Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.

Cara memberikan obat melalui hirupan tersebut dikenal sebagai terapi inhalasi. Secara garis besar ada 3 macam alat/jenis terapi inhalasi, yaitu nebulizer, MDI (metered dose inhaler), dan DPI (dry powder inhaler). Jenis DPI yang paling sering digunakan adalah turbuhaler. Terapi inhalasi memiliki keuntungan dibandingkan dengan cara oral (diminum) atau disuntik, yaitu langsung ke organ sasaran, awitan kerja lebih singkat, dosis obat lebih kecil, dan efek samping juga lebih kecil.

Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal , obat yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas.

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan mengurangi efek sistemik. Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih baik, sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler memerlukan inspirasi (upaya menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.

2. Macam - Macam Terapi Pada Pasien Anak dengan Asma

a. Terapi Non Farmakologi

Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga secara teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin karena dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-panjang, yang berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot pernafasan menjadi lebih kuat. Selain itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa dengan udara dingin sehingga mengurangi timbulnya gejala asma. Namun hendaknya olah raga ini dilakukan secara bertahap dan dengan melihat kondisi pasien.

Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada pasien agar menghindari atau menjauhkan diri dari faktor-faktor yang diketahui dapat menyebabkan timbulnya asma, serta penanganan yang harus dilakukan jika serangan asma terjadi.

Terapi Non Farmakologi yang Berupa Inhalasi Zat Asam (Oksigen)

a) Pengertian :

Memasukkan zat asam kedalam paru-paru pasien melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat khusus.

b) Tujuan :

1) Memenuhi kekurangan zat asam (oksigen)

2) Membantu kelancaran metabolisme

3) Sebagai tindakan pengobatan

4) Mencegah hipoksia (misalnya pada penyelam, penerbang, pendaki gunung, pekerja tambang, dll)

c) Dilakukan pada pasien

1) Dengan anoksia, hipoksia

2) Dengan kelumpuhan alat-alat pernafasan

3) Selama dilakukan tindakan narkose umum

4) Yang mendapat trauma paru-paru

5) Yang tiba-tiba memperlihatkan tanda-tanda dipsnea, syok, sianosis, apnea

6) Dalam keadaan gawat (coma, dll)

d) Persiapan

1) Persiapan alat :

a) Tabung oksigen lengkap dengan manometernya

b) Pengukur aliran atau flowmeter

c) Botol pelembab (humidifier) yang sudah diisi dengan air matang dan aquades sampai pada batas untuk melembabkan udara

d) Selang oksigen

e) Kedok zat asam atau kanula hidung ganda (binal kanula) atau pipa endostrakeal atau tenda oksigen

f) Alat resusitasi lengkap, bila mungkin disediakan

g) Saluran permukaan baskom ditutup handuk, sisi yang lain dipegang oleh pasien untuk menutup rapat sekitar hidung dan mulut

h) Pasien disuruh menghirup atau bernafas dengan hidung berulang-ulang selama 10-15 menit dan merasa lega

i) Setelah selesai, pasien dirapikan kembali

j) Peralatan dibersihkan, dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula

2) Persiapan pasien :

Melakukan pendekatan kepada anak atau keluarga dengan memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan berkomunikasi.

e) Pelaksanaan :

1) Pemberian oksigen (O2), yang sederhana dengan mempergunakan kedok zat asam atau kanula hidung ganda. Bila mempergunakan kedok zat asam, kedok dipasang atau ditutupkan pada mulut dan hidung, tali kedok diikatkan ke kepala. Bila mempergunakan kanula hidung ganda ujung kanula dimasukkan ke dalam kedua lubang hidung, dan tali diikatkan di belakang kepala.

2) Isi tabung diperiksa dan dicoba

3) Selang oksigen dihubungkan dengan kedok zat asam atau kanula hidung ganda

4) Fowmeter dibuka dengan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan (biasanya 2-3 liter/menit)

5) Pasien ditanya, apakah sekarang sesaknya berkurang

6) Pemberian oksigen dapat dilaksanakan terus menerus, selang-seling (intermitten) atau dihentikan sesuai program pengobatan.

7) Apabila pemberian oksigen tidak diperlukan lagi, kedok atau kanula hidung ganda diangkat dan selang oksigen ditutup.

8) Pasien dirapihkan kembali

9) Peralatan dibesihkan, dibereskan, dan dikembalikan ke tempat semula

Catatan :

1) Perhatikan reaksi pasien sebelum dan sesudah pemberian oksigen

2) Hindarkan tindakan yang menyebabkan pasien merasa sakit

3) Jauhkan hal-hal yang dapat membahayakan, misalnya api yang dapat menimbulkan kebakaran

4) Pada pasien anak-anak digunakan nasal kateter dan bila pemakaian lebih 24 jam kateter dibersihkan dan dipindahkan ke lubang hidung yang lain

b. Terapi Farmakologi

Sedangkan untuk terapi farmakologi, dapat dibagi menjadi tiga jenis pengobatan yaitu:

· Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk bernafas, memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu bronkodilator.

· Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk membantu mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu kortikosteroid bentuk inhalasi.

· Pemberian obat pada asma dapat melalui berbagai macam cara, yaitu parenteral (melalui infus), per oral (tablet diminum), atau per inhalasi. Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.

Terapi Farmakologi yang Berupa Inhalasi Uap / Obat

Inhalasi dengan uap air panas

a. Persiapan Alat

1) Baskom besar berisi air mendidih dan alasnya

2) Obat yang mengandung menthol, misalnya: menthol tetes vicks

3) Bengkok (nierbekken)

4) Handuk dua buah

5) Tissue (bila ada)

6) Gelas ukur

7) Vaselin

8) Peniti / jepitan pakaian

b. Persiapan Pasien

Melakukan pendekatan kepada anak / keluarga dengan memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan berkomunikasi.

c. Pelaksanaan

1) Meja diletakkan didepan pasien

2) Letakkan baskom berisi air panas dengan alasnya diatas meja

3) Dada dan leher pasien ditutup rapat dengan handuk yang diberi peniti disebelah belakangnya

4) Sekitar mulut dan hidung diolesi vaselin

5) Obat yang telah ditentukan dimasukkan secukupnya ke dalam baskom yang berisi air mendidih

6) Kepala pasien menunduk diatas baskom sehingga uap dapat dihisapnya

3. Prinsip Terapi Inhalasi Pada Anak Dengan Asma

Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui penghisapan. Terapi pemberian ini, saat ini makin berkembang luas dan banyak dipakai pada

pengobatan penyakit-penyakit saluran napas. Berbagai macam obat seperti antibiotik, mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi. Obat asma

inhalasi yang memungkinkan penghantaran obat langsung ke paru-paru, dimana saja dan kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi keluhan sesak napas. Untuk mencapai sasaran di paru-pari, partikel obat asma inhalasi harus berukuran sangat kecil (2-5 mikron).

Keuntungan terapi inhalasi ini adalah obat bekerja langsung pada saluran napas sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan asma karena setelah dihisap, obat akan langsung menuju paru-paru untuk melonggarkan saluran pernapasan yang menyempit.

Selain itu memerlukan dosis yang lebih rendah untuk mendapatkan efek yang sama, dan harga

untuk setiap dosis lebih murah. Untuk efek samping obat minimal karena konsentrasi obat

didalam rendah.

4. Macam-Macam Alat Terapi Inhalasi

a. Inhaler/MDI/Metered-Dose Inhaler

Digunakan dengan cara menyemprotkan obat ke dalam mulut, kemudian dihisap agar masuk ke dalam mulut, kemudian dihisap agar masuk ke paru-paru. Pasien perlu melakukan beberapa kali agar dapat menggunakan inhaler dengan benar. Jika pasien kesulitan untuk melakukan gerakan menyemprotkan dan menghisap obat secara beruntun, maka dapat digunakan alat bantu spancer. Manfaat spancer adalah memungkinkan pasien menghisap obat bebrapa kali, memaksimalkan usaha agar seluruh obat masuk ke paru-paru, dan dapat membantu menekan inhaler untuk anak-anak. Untuk satu produk inhaler 60-400 dosis/semprotan. Contoh produk: Alupent, Becotide,

Bricasma, Seretide, Barotec, Ventolin.

Cara Penggunaan Inhaler

· Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkin

· Ambillah inhaler, kemudian kocok

· Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawah

· Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut (jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler)

· Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk bekerja secara efektif)

· Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh)

· Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter

· Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek samping yang mungkin terjadi.Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi penyebab timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien semakin meningkat.

b. Turbuhaler

Digunakan dengan cara menghisap, dosis obat ke dalam mulut, kemudian diteruskan ke paruparu. Pasien tidak akan mendapat kesulitan dengan menggunakan turbuhaler karena tidak perlu menyemprotkan obat terlebih dahulu. Satu produk turbuhaler mengandung 60-200 dosis. Ada indikator dosis yang akan memberitahu anda jika obat hampir habis. Contoh produk: Bricasma, Pulmicort, Symbicort

c. Rotahaler

Digunakan dengan cara yang mirip dengan turbuhaler. Perbedaan setiap kali akan menghisap obat, rotahaler harus didiisi dulu dengan obat yang berbentuk kapsul/rotacap. Jadi rotahaler hanya berisi satu dosis, rotahaler sangat cocok untuk anak-anak dan usia lanjut. Contoh produk: Ventolin Rotacap

d. Nebulizer

Nebulizer digunakan dengan cara menghirup dengan cara menghirup larutan obat yang telah diubah menjadi bentuk kabut. Nebulizer sangat cocok digunakan untuk anak-anak, usila dan mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis nebulizer berupa kompresor dan ultrasonic. Tidak ada kesulitan sama sekali dalam menggunakan nebulizer, karena pasien cukup bernapas seperti biasa dan kabut obat akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Satu dosis obat akan terhirup habis tidak lebih dari 10 menit. Contoh produk yang bisa digunakan daengan nebulizer: Bisolvon solution, Pulmicort respules, Ventolin nebulas. Anak-anak usia kurang dari 2 tahun membutuhkan masker tambahan untuk dipasangkan ke nebulizer Untuk memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas untuk mengobati bronkospasme akut, produksi mucus yang berlebihan, batuk dan sesak napas dan epiglottis Keuntungan nebulizer terapi adalah medikasi dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya seperti paru-paru sehingga dosis yang diberikan rendah. Dosis yang rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik. Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru-paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat daripada rute lainnya seperti: subkutan/oral. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat membantu mengeluarkan sekresi bronkus.

e. Dry Powder Inhaler (DPI)

Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan yang cukup kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun.

f. Kortikosteroid Inhalasi

Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral, dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.

Drainase Bronkial (Postural)

Drainase bronkial diindikasikan jika cairan atau mukus yang berlebihan didalam bronkus tidak dapat dikeluarkan oleh aktivitas silia normal dan batuk. Memposisikan anak untuk mendapatkan manfaat maksimal dari grafitasi akan mempermudah pengeluaran sekret. Dampk dari tindakan ini terkadang bersifat dramatis kepada anak-anak penderita penyakit paru kronis yang dicirikan dengan adanya mukus kental, seperti asma dan fibrosis kistik.

Drainase postural dilakukan tiga sampai empat kali sehari dan lebih efektif jika dilanjutkan dengan terapi pernafasan lainnya seperti pengobatan dengan bronkodilator atau nebulisasi. Drainase postural biasanya dilakukan sebelum makan (atau 1 sampai 1 ½ jam setelah makan) untuk mencegah terjadinya muntah dan diulang pada waktu menjelang tidur. Lama dan durasi pngobatan tergantung pada kondisi dan tingkat toleransi anak, biasanya 20 sampai 30 menit. Posisi-posisi yang mengfasilitasi drainase dari semua segmen paru dapat dilakukan, tetapi tidak semua posisi tersebut dapat dilakukan sekaligus. Anak-anak biasanya mau bekerja sama untuk 4 sampai 6 posisi tetapi jika lebih dari 6, hal tersebut melampaui batas toleransi mereka. Anak-anak yang lebih besar dapat diharapkan mentoleransi periode yang lebih lama.

Di rumah sakit, anak yang lebih besar dapat diposisikan diatas lutut. Anak yang masih kecil dan bayi dapat diposisikan dengan bantal atau diatas pangkuan dan tungkai ahli terapi. Bayi tidak boleh ditempatkan pada posisi trendelenburg karena tidak memiliki pengaturan aliran darah otonom ke kepala. Modifikasi khusus dari teknik-teknik tersebut diperlukan pada anak-anak yang kondisinya tidak memungkinkan untuk dilakukan dalam posisi standar, seperti cidera kepala, beberapa jenis insisi bedah atau luka bakar dan gips atau traksi. Dirumah, anak-anak yang masih kecil dapat diposisikan diatas papan setrika berbantalan. Anak-anak yang memerlukan drainase postural selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat terbantukan dengan dibuatnya meja khusus berbantalan yang diatur sesuai kebutuhan mereka. Posisi yang digunakan dan frekkuensi serta durasi pengobatan bersifat individual.

Fisioterapi Dada

1. Pengertian Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada merupakan tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi.

2. Tujuan:

-Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru

-Memperkuat otot pernapasan

-Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan

-Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup

3. Macam-Macam Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada mencakup tiga teknik: drainase postural, perkusi dada, dan vibrasi.

a. Drainase Postural

Merupakan cara klasik untuk mengeluarkan secret dari paru dengan mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari secret.

Pembersihan dengan cara ini dicapai dengan melakukan salah satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang berbeda. Setiap posisi mengalirkan secret dari pohon trakheobronkhial ke dalam trachea. Batuk penghisapan kemudian dapat membuang secret dari trachea.

Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak drainase postural lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.

Indikasi Klien Yang Mendapat Drainase Postural

1) Mencegah penumpukan secret yaitu pada:

- Pasien yang memakai ventilasi

- Pasien yang melakukan tirah baring yang lama

- Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik, bronkiektasis

2) Mobilisasi secret yang tertahan :

- Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret

- Pasien dengan abses paru

- Pasien dengan pneumonia

- Pasien pre dan post operatif

- Pasien neurology dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk

Kontra Indikasi Drainase Postural

a. tension pneumothoraks

b. hemoptisis

c. gangguan system kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infarkniokard, aritmia

d. edema paru

e. efusi pleura

f. tekanan tinggi intrakranial

Persiapan Pasien Untuk Drainase Dostural

a. Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pnggang

b. Terangkan cara pelaksanaan kepada klien secara ringkas tetapi lengkap

c. Periksa nadi dan tekanan darah

d. Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan secret.

Cara Melakukan Drainase Postural

a. Dilakukan sebelum makan untuk mencegah mual muntah dan menjelang tidur malam untuk meningkatkan kenyamanan tidur.

b. Dapat dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih dari 40 -60 menit, tiap satu posisi 3-10 menit

c. Posisi drainase postural dilihat pada gambar

Evaluasi Setelah Dilakukan Drainase Postural

a. Auskultasi : suara pernapasan meningkat dan sama kiri dan kanan

b. Inspeksi : dada kanan dan kiri bergerak bersama-sama

c. Batuk produktif (secret kental/encer)

d. Perasaan klien mengenai darinase postural (sakit, lelah, lebih nyaman)

e. Efek drainase postural terhadap tanda vital (Tekanan darah, nadi, respirasi, temperature)

f. Rontgen thorax

Drainase postural dapat dihentikan bila:

a. Suara pernapasan normal atau tidak terdengar ronchi

b. Klien mampu bernapas secara efektif

c. Hasil roentgen tidak terdapat penumpukan secret

b. Perkusi Dada

Perkusi dilakukan pada dinding dada dengan tujuan melepaskan atau melonggarkan secret yang tertahan.

Indikasi Klien Yang Mendapat Perkusi Dada

Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat drainase postural, jadi semua indikasi drainase postural secara umum adalah indikasi perkusi.

Cara Melakukan Perkusi Dada

Perkusi dilakukan dengan kedua telapak tangan perawat membentuk “setengah bulan” atau “mangkuk” dengan jari-jari tangan rapat, secara bergantian tepukan telapak tangan di atas dada klien selama 1-2 menit.

Kecepatan dari perkusi masih kontroversi, sebagian mengatakan bahwa teknik yang cepat lebih efektif, tetapi ada yang mengatakan bahwa teknik yang lambat lebih santai sehingga klien lebih suka yang lambat.

Hindari daerah-daerah klavikula, sternum, scapula, vertebra, ginjal, limpa.

c. Vibrasi

Vibrasi merupakan kompresi dan getaran manual pada dinding dada dengan tujuan menggerakkan secret ke jalan napas yang besar.

Cara Melakukan Vibrasi :

1) Vibrasi dilakukan hanya pada waktu klien ekspirasi.

2) Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area yang didrainase, satu tangan di atas tangan yang lain.

3) Instruksikan klien untuk napas lambat dan dalam melalui hidung hembuskan melalui mulut dengan bibir dimonyongkan selama proses vibrasi, tujuannya memperpanjang fase ekspirasi.

4) Ketika klien menghembuskan napas getarkan telapak tangan, hentikan saat klien inspirasi. Lakukan vibrasi 5 kali ekspirasi